Kamis, 30 Desember 2010

Our Garuda Has Landed

...we hate it when our friend become succesful...*

Euforia publik sepakbola nasional kembali meninggi setelah Timnas Indonesia berhasil masuk Final AFF Cup 2010. Usai pertandingan melawan Filipina dimana Indonesia memang sudah duluan kalah 12-0 (dalam hal kegantengan dan ketampanan) publik seakan dibuai bahwa meraih piala AFF yang pertama kalinya adalah bukan keniscayaan semata. Tingkat keyakinan hyper-confident seakan dialami skuad Garuda yang kini dihuni pemain-pemain baru (yang kelak jadi idola baru) macam Irfan Bachdim, Achmad Bustomi, dan Cristian Gonzales.

Ketika wasit meniup peluit panjang tanda Indonesia akan mencoba mengganyang Malaysia di Final, saya sudah menduga bahwa dua partai final itu akan jadi antiklimaks untuk Indonesia. Saya tidak begitu yakin Timnas akan meraih mahkota AFF. Terserah anda mau sebut sekalian menjuluki saya seorang nihilis-pesimis yang antinasionalis.


Memang demikian adanya. Anda boleh kaget, kecewa dan jadi orang pertama yang tidak menerima kenyataan ini. Entah kebetulan atau memang sudah takdirnya mesti begini ternyata memang betul kejadian. Garuda jatuh tertembak laser Melaise. Tanda-tanda itu sudah tersirat. Bukan hanya dari membludaknya jumlah penonton sehingga menimbulkan kerusuhan soal tiket. Ada beberapa alasan yang membuat saya tidak yakin bahwa Timnas akan juara tahun ini.

So, inilah alasan-alasan itu:

1. Setiap Timnas main, masjid selalu sepi. Kadang hanya tinggal muadzin yang merangkap jadi imam sekaligus makmum. Kemana Pak Kiai atau Pak Haji yang biasa berdoa dengan khusyuk itu? Barangkali kalau beliau-baliau itu mau lebih khusyuk dan mampu menggiring umat untuk sama-sama mendoakan Timnas di masjid maka tidak perlulah Timnas diistighosahkan. Semoga Tuhan selalu memberkahi para Muadzin.

2. Suporter yang banyaknya bukan main itu sholatnya dimana? Apakah ada waktu barang sebentar saja untuk sekedar meluangkan waktu sholat? Tentu ada berbagai macam alasan dan juga pembenaran. Entah fasilitasnya memang tidak mencukupi hingga takut tidak kebagian tempat duduk. Bagaimana Timnas mau menang kalau yang mendoakannya saja nggak sholat?

3. Kaos timnas mirip dengan Timnas Portugal. Mantan penjajah juga. Bedanya jelas, mereka punya Cristiano Ronaldo, kita punya Irfan Bachdim. Portugal adalah tim hebat which is nggak pernah juara! Entah di Eropa ataupun dunia. Paling banter, ikut merasakan final. Makanya, Indonesia juga cukup sampai final saja!

Addendum: Ngurus tiket aja nggak bisa kok mau jadi juara?

Itulah beberapa alasan yang cukup simple bagi saya. Tentang kenapa Timnas belum diridhoi Tuhan untuk menggenggam piala AFF tahun ini. Terserah anda, apakah anda punya analisis, pembenaran, atau pendapat sendiri. Ini murni celoteh saya. Buat yang protes, ingat ini blog saya.

Paninggilan, 29 Desember 2010.

* Morissey, We Hate It When Our Friend Become Succesful

mengenang kalahnya Timnas Indonesia secara agregat 4-2 dari Melaise di Turnamen AFF Cup 2010.

Selasa, 28 Desember 2010

The Pace (2)

Life is just a blast, it movin' really fast, so you better stay on top or life'll kick you in the ass...*

Kamis, 9 Desember 2010

Perjalanan ke Banjarmasin adalah satu yang selalu berkesan. Utamanya kalau bicara tentang persiapan. Tujuan perjalanan kali ini adalah untuk mempresentasikan draft pekerjaan sesuai dengan due date yang ada dalam kontrak perjanjian. Untuk itu, memang sudah seharusnya dokumen-dokumen kerja disiapkan sehari sebelumnya. Tapi, justru itulah yang membuat perjalanan ini selalu berkesan.

Rupanya, saya masih terjerat kebiasaan lama untuk menyelesaikan laporan menjelang dini hari, pukul 01.00 laporan dan semua dokumen baru selesai dipersiapkan. Makanya, saya hanya punya sedikit saja waktu istirahat karena pukul 04.00, taksi yang akan mengantar kami ke Bandara akan sudah standby sejak pukul 03.30.

Dengan mata yang masih pedas, tim yang cuma dua orang ini melangkah gontai untuk sekedar menyegarkan diri. Adzan subuh pun belum di telinga ketika kami menyusuri tol yang sepi. Jalanan kosong berteman lampu temaram seperti menapaki ketiadaan. Usai sholat subuh dan check-in kami melanjutkan istirahat di boarding lounge.

Cuaca memang tidak terlalu cerah ketika pesawat take-off. Karena memang masih mengantuk, kami sepakat untuk tidur saja sepanjang penerbangan 1,5 jam. Lumayan, untuk menambal jam tidur. Lagipula, pramugari dengan belahan rok sampai paha itu tidak akan sengaja membangunkan kami kecuali untuk hal yang benar -benar penting.

Singkat cerita, landasan di Bandara Syamsudin Noor menyisakan basah sisa hujan semalam. Aroma tanah basah dan memori Pakutik saling berkejaran. Cacing dalam perut pun mulai bernyanyi minta diisi. Tidak banyak pilihan memang untuk sarapan pagi di foodcourt bandara. Kalau saja kami dijemput, tentu saya akan lebih memilih sarapan di rumah makan Soto Banjar di Martapura. Saya lupa namanya tapi kalau saja diberi kesempatan kembali kesana saya masih ingat tempatnya.

Akhirnya, kami makan di foodcourt yang punya menu soto banjar. Walau harus kena injury time 15 menit. Sambil menunggu, saya mengenang kembali perjalanan pertama ke Banjarmasin, sarapan di D*nkin Donat, menunggu jemputan, tanda tangan kontrak, makan siang di RM Depot Madina (recommended, potongan ikan patin bakarnya gede banget!), lanjut ekstraksi data ke BPN Banjarmasin (harap dicatat: Bandara Syamsudin Noor terletak di Banjarbaru, sekitar 25 KM dari Banjarmasin), kembali ke Banjarbaru, makan malam di RM Asian, dan menghabiskan malam sambil menonton pertandingan Brazil.

Tugas ini memang terhitung berat semenjak Senior Geologist kami "dipinjam" oleh Rekanan. Terlebih lagi pengalaman saya di bidang pertambangan masih minim bahkan hampir nihil, kecuali pertambangan data di bidang Information Retrieval yang biasa disebut Data Mining. Alhasil, saya hanya punya modal PD Tingkat Dewa untuk berhadapan dengan komite penilai perusahaan mitra.

Semua berjalan lancar setidaknya sampai waktu makan siang tiba. Jamuan makan siang dengan ragam menu ikan pun terbilang baik, di restoran Simpangan, tak jauh dari batas kota Martapura-Banjarbaru. Kalau saja rencana pekerjaan ini masih berlanjut hingga esok mungkin saya lebih memilih di Restoran Seafood Asian. Saya bersyukur masih mempunyai waktu jeda untuk sekedar mempersiapkan diri fokus ke permasalahan pekerjaan. Sedikit tegang memang namun saya tetap percaya bahwa Tuhan pun tidak akan tinggal diam menyaksikan hamba-Nya yang sedang ditimpa kegalauan (emangnya saya ini siapa? Hehehe).

Berkat andil "Tangan Tuhan" yang bekerja dengan caraNya sendiri saya tetap merasa PD. Setelah makan siang, kami kembali membahas hal-hal yang belum sempat dikoreksi bersama. Bab per bab, dengan kantuk yg mulai menggila. Data eksplorasi, sebaran cadangan batubara, data kependudukan, analisa investasi dan keuangan, menjadi menu wajib selanjutnya. Masih dengan kantuk yang mulai padam. Menjelang adzan maghrib (WITA) kami semua sudah menyepakati data-data yang akan direvisi kemudian. Entah kapan, akhir tahun atau awal tahun sepertinya saya masih harus kembali untuk menyelesaikan beberapa dari sesuatu yang tertunda. Rupanya, diluar sana hujan turun lebih deras. Lebih deras dari hujan-hujan di Pakutik. Segera saja kami pamit diantar mobil ke hotel tempat kami akan menginap.

Ada beberapa pilihan untuk menghabiskan malam di Banjarbaru. Namun, pilihan selalu jatuh pada Hotel Rahayu, persis di depan SPBU dan Bank Mandiri Banjarbaru. Hujan belum juga reda dan malam baru saja membuka mata. Rintik gerimis sesaat mengingatkan kami bahwa kami berada ratusan kilometer jauhnya dari Pondok Indah Mall. Artinya, memang sedikit pilihan untuk makan malam. Untung saja, tak jauh di seberang hotel ada warung seafood pinggir jalan yang selalu ramai. Setidaknya, sudah setengah jam ini saya perhatikan dari jendela hotel. Kami pun segera turun untuk makan malam di warung itu.

Usai makan malam, kami belanja keperluan perbekalan untuk besok. Mengingat pesawat kami yang first flight in the morning itu, tidak menyisakan banyak waktu bagi kami untuk sekedar mencari sarapan. Di supermarket sebelah hotel itu pun kami belanja, sambil menatap aneh pada gerobak tukang baso tusuk tak jauh dari tempat parkir. Kami putuskan untuk mampir sejenak sambil ikut menikmati baso tusuk.

Saya jadi ingat, dulu di Pakutik setiap sore selalu ada tukang baso tusuk yang mangkal di depan lapangan badminton. Anehnya, selalu banyak penggemarnya, tidak pernah sepi. Bedanya, disini basonya lebih besar. Satu porsi dijual seharga Rp. 8.000,-, sudah lengkap dengan baso sapi ukuran sedang 3 butir dan 1 baso besar, pilihannya bisa dipotong atau tetap dengan versi original. Yang membedakan dengan bakso lainnya adalah cara makan saja. Namanya bakso tusuk ya makannya ditusuk sambil dicocol ke dalam saus atau kecap tidak memakai kuah. Habis sudah penasaran. Lain lubuk lain ilalang. Lain daerah lain baksonya.

Malam makin meninggi, 22.30 WITA. Mungkin dirumahmu masih pukul 21.30 dan kantuk belum pasti akan segera menyerangmu. Rintik gerimis belum juga usai. Kota semakin sepi. Satu-satu terdengar laju kendaraan yang menapak basah. Entah pukul berapa, kami pun tertidur dengan TV dan AC yang sengaja tidak dimatikan. Just a half way to go home.


10 Desember 2010

Alarm mulai berdendang pukul 04.00. Saya segera mandi dan bersiap sholat subuh sementara rekan saya masih pulas. Rencananya, mobil travel yang akan membawa kami ke Bandara akan tiba pukul 04.30. Usai checkout, kami segera menunggu di lobby hotel. Udara sekitar masih dingin ditemani sisa-sisa gerimis semalam. Masih dengan kantuk yang menggila, kami menuju Bandara yang ternyata sudah menampakkan denyut kesibukan.

Walaupun sudah tiba di Bandara pukul 05.20 ternyata antrian untuk check-in sudah padat merayap. Saya tidak tahu apa jadinya bila kami telat barang lima menit. Mungkin, we will be the last to go. Thanks God, rupanya ada loket yang sengaja dibuka untuk menghandle antrian. Tiket sudah confirmed, bayar airport tax plus retribusi daerah, it’s time to waiting (again). Tak lama kemudian, pintu keberangkatan dibuka dan kami diperbolehkan menaiki pesawat. Entah kenapa, yang terngiang di benak saya hanyalah lagu Michael Buble, “...let me go home..... i’m just too far from where you are...”, padahal baru sehari saja menapak kembali di Bumi Lambung Mangkurat.

Take off. Yeah, we’ll be in Jakarta right away. Karena hanya awan mendung menggantung di sisi jendela lebih baik saya tidur saja. Saya terbangun ketika pramugari yang roknya belah 3/4 paha itu membangunkan saya untuk memperbaiki posisi duduk. Kiss landing, we’re on Cengkareng now. Kok masih mendung ya?

Sambil sarapan, saya melamun dan membayangkan apa yang akan saya lakukan weekend besok. Tak hanya itu saja, saya juga segera mempersiapkan laporan perjalanan dinas untuk segera disimpan di kantor. Mudah-mudahan, weekend ini akan berakhir di Bandung. Itulah yang ada di benak kami berdua.

Saya pikir perjalanan kembali ke kantor akan jadi sesuatu yang biasa saja. Tapi, bukankah justru hidup itu sendiri sudah tidak seperti biasanya? Benar saja, saya mendapat telepon untuk segera merapat ke Ditjen Minerbapabum di Tebet. Padahal, taksi kami masih terjebak macet usai keluar tol di Karang Tengah. Alhasil, kami segera masuk tol dalam kota via Meruya yang macetnya juga minta ampun. Ya sudahlah, saya masih punya waktu istirahat tambahan sambil deg-degan membayangkan urusan di Ditjen. Khawatir? Ya, sangat.

Selesai urusan di Ditjen, kami berdua segera kembali ke kantor. Mengingat ini hari Jum’at kami tentunya berharap tiba sebelum waktu Shalat Jum’at. Rupanya, waktu tidak mengizinkan sehingga kami harus turun di depan masjid yang biasa menggelar Jum’atan. Masih dengan peralatan dan muka yang kusut.

Tak perlu kami ceritakan apa yang kami lakukan saat khutbah Jum’at. Yang pasti kami kembali ke kantor dan segera merapihkan hasil pekerjaan kemarin lalu segera beristirahat. Kalau tidak terlalu lelah, sore ini mungkin kami ke Bandung. Besok saya ada janji dengan seorang kawan. Apa yang terjadi selanjutnya memang bukan kejutan lagi. Kami berdua masih nguplek data sampai tengah malam karena meeting baru selesai menjelang pukul 23.00 Waktu Bagian Republik Ciledug. Memang kadang sesuatu berada di luar kendali kita. Apa yang direncanakan memang belum tentu sesuai kenyataan. Tetapi, bukankah hal-hal seperti itu yang juga menjadikan hidup ini sesuatu yang worth living?

Bandung? Masih ada Sabtu pagi.



Banjarbaru-Tebet-Paninggilan, 10 Desember 2010.

*) OST Mission Impossible II, Limp Bizkit - Take A Look Around

Selasa, 07 Desember 2010

Friend Said This!

xxx_zzzzz: "keun weh dasar kudu jeung nu leuwih hade didinya mah"


Paninggilan, 7 Desember 2010.


* mengenang pesan sahabat via Messenger, terjemahan lihat Google Translate

Minggu, 05 Desember 2010

Very Like This, Lah!

Ooh … jatuh cinta itu indah sekali …

Karena,

Belum ada keharusan untuk
...bayar sewa rumah, rekening listrik, perbaiki pompa air yang rusak, mertua yang turut campur, istri boros, suami kasar, tak suka kesukaan masing-masing, dan saling merahasiakan sms dan bbm.


Itu sebabnya, bila Anda jatuh cinta, pastikanlah Anda jatuh cinta kepada orang yang akan tetap mencintai Anda, dan yang akan tetap Anda cintai.


Mario Teguh


Paninggilan, 5 Desember 2010. 16.33

*Dicopy-paste dari page FB Mario Teguh

The Chocolate

Adakah kebahagiaan itu seperti kue coklat? Rasanya manis dan memberikan kesenangan pada penggemarnya.


Terlepas dari kandungan afrodisiak didalamnya, apakah coklat juga menjadi semacam unsur pelengkap untuk perasaan bahagia. Apakah ia juga menjadi semacam prasyarat untuk kebahagiaan?


Entah kenapa, kue coklat itu banyak penggemarnya. Kalau memang betul ia membawa perasaan bahagia berarti tidak perlu ada lagi kekacauan di dunia ini. Kalau memang kepuasan itu ada dalam setiap butiran halusnya tentu hidup ini akan jauh lebih menyenangkan. Ah, rasanya terlalu naif untuk menganggapnya sebagai pertanda kasih. Terlalu jauh.

Nah, dengan bentuk, ragam, dan jenisnya yang bermacam-macam apakah itu sudah jadi jaminan kebahagiaan kalau untuk mendapatkannya saja sudah harus merogoh kocek lebih dalam. Mungkin saja, semakin mahal, semakin enak, semakin puas dan tentu saja semakin bahagia.



Paninggilan, 04 Desember 2010. 00.41


*mengenang status seorang kawan yang sangat menginginkan kue coklat dengan coklat yang meleleh.

Sabtu, 04 Desember 2010

Saya Tidak Percaya Bahwa Saya Menulis Hal Yang Demikian Eps. 4

To: xxxx_mmmmmm@yxxxx.com
Subject: Surga Pada Semangkok Soto: Kebahagiaan Untuk Sahabat Kita



Dear Mi Amigos,

Kebahagiaan bisa ditemukan pada apa saja. Bukan pada secangkir kopi Starbucks (yang digulain sekilo juga tetep ga manis) atau pada manisnya roti coklat Breadtalk.

Kebahagiaan bisa datang kapan saja, entah ketika baru gajian atau pas lagi cengkak. Pas lagi rieut nyusun skripsi atau pas lagi mimpi.

Kebahagiaan bisa datang dimana saja. Kita tidak selalu harus ke Paris untuk tahu artinya bahagia*, justru teman kita yang satu ini menemukan kebahagiaannya di warung soto pinggir jalan saja.

Kebahagiaan bisa datang dan pergi sesukanya, tak peduli engkau bakal sakit ketika ditinggalkannya, karena ia akan tetap tega.



Bukit Pakar Timur, 2 Agustus 2008.


-telah mengalami proses editing dari postingan e-mail-

*pada salah satu cerpen SGA didalam "Dunia Sukab" Gramedia, 2001

Kamis, 02 Desember 2010

It's Just The Life We Can't Repeat?

Suatu malam, sambil menyelesaikan laporan-laporan yang tercecer tanpa sengaja saya menemukan lagu ini. Lagu lama dari The Offspring, band punk rock asal Amerika Serikat. Thanks God It's 4Shared! Sudah lama sekali saya mencari judul lagu ini. Karena, waktu pertama kali mendengar dan menyimak videonya sekitar tahun 2005 saya tidak terlalu ingat lirik apalagi judulnya. Saya pernah iseng-iseng mencoba download karena saya pikir judulnya "Self Esteem". Kepedean. Padahal setelah selesai diunduh, lead intro-nya jauh banget, beda. So, saya salah. Sejak saat itu, perhatian saya terpecahkan. Hanya menyisakan sedikit penasaran. Berharap tahu suatu saat nanti.

Finally, God's hands works with His own pattern. Sambil menyusuri kembali laman www.letssingit.com, situs langganan untuk mencari lirik lagu, saya iseng lagi mengklik lirik "Can't Repeat" karena rasanya saya pernah mendengar yang ini. Betul saja, pilihan saya tidak salah. Setelah selesai mengunduh filenya, saya bisa memastikan bahwa memang lagu ini yang saya cari.

Menyimak kembali lagu ini artinya sama saja dengan menatap kembali lembaran-lembaran kehidupan yang telah saya lalui. Semua itu telah terlalui dan tidak akan bisa kembali terulang. Seperti apa yang mereka bilang, "Memories are bittersweet... The good times we can‘t repeat..". Yeah, bittersweet. Seperti judul lagu Olivia Ong. Hal positifnya adalah bahwa hidup ini tidak akan terulang kedua kalinya. Episode kehidupan akan terus berjalan tanpa harus menunggu aktornya beres shooting atau tidak sekalipun. Roda-roda nasib terus berputar, perjalanan panjang semakin membentang.





Ini liriknya, sekaligus sebagai pengingat untuk sekedar "mengaca" kembali. Bahwa, life goes on, so now we must move ahead, despite our fear and dread. Be positive!

I woke the other day
And saw my world has changed

The past is over but tomorrow‘s wishful thinking

I can‘t hold onto what‘s been done

I can‘t grab onto what‘s to come

And I‘m just wishing I could stop, but


Life goes on

Come of age

Can‘t hold on

Turn the page


Time rolls on

Wipe these eyes

Yesterday laughs

Tomorrow cries


Memories are bittersweet

The good times we can‘t repeat

Those days are gone and we can never get them back

Now we must move ahead

Despite our fear and dread

We‘re all just wishing we could stop, but


Life goes on

Come of age

Can‘t hold on

Turn the page


Time rolls on

Wipe your eyes

Yesterday laughs

Tomorrow cries


With all our joys and fears

Wrapped in forgotten years

The past is laughing as today just slips away

Time tears down what we‘ve made

And sets another stage

And I‘m just wishing we could stop




Paninggilan, 2 Desember 2010. 20.26

* video yang diembed adalah bukan versi resmi channel The Offspring on Youtube.

Selasa, 30 November 2010

Membaca Kembali Aki Melalui Manifest

Judul: Manifesto Khalifatullah
Penulis: Achdiat K. Mihardja (1911-2010)
Penerbit: Arasy Mizan, 2005
Tebal: 215 hal.
Genre: Memoar


Mengacu kepada judul diatas, rasanya kita tidak akan pernah berpaling lagi pada sosok lain selain Achdiat K. Mihardja (alm). Begawan sastra Indonesia yang menghabiskan sebagian banyak umurnya di Negeri Kangguru sana. Penulis yang juga menghasilkan karya-karya besar lainnya seperti Atheis (Novel, 1949) dan Debu Cinta Bertebaran (Novel, 1973) memiliki beberapa keistimewaan yang menjadikannya sebagai saksi zaman.

Aki, begitu beliau biasa dipanggil, berumur panjang, sempat menyaksikan epos pasang-surut perkembangan perjalanan bangsa sepanjang penggalan abad ke-20 dan 21. Beliau adalah legenda yang menjelmakan suka-derita Indonesia. Pada kalbunya mengendap falsafah hidup tentang arti kemanusiaan yang mudah beralih menjadi adi-kegetiran jika ketamakan dan kepongahan melalaikan manusia dari misi kemanusiaan.


Beliau terlahir dari generasi yang dipersatukan oleh pengalaman yang sama dengan genersi Intelektual zaman Soekarno. Sama-sama produk awal pendidikan Politik Etis, sama-sama tumbuh dalam gelombang pasang kemunculan dan pertentangan ragam ideologi-politik, sama-sama menciptakan tanda "indonesia" sebagai komunitas impian baru, sama-sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dan kelak sama-sama dikecewakan oleh rezim Orde Baru.

Proses pencarian beliau tertuang dalam manifest yang beliau beri nama sebagai "Manifesto Khalifatullah". Melihat kepada penamaan tersebut, menandakan pada proses pencarian untuk menemukan tugas penciptaan. Semua makhluk memiliki tugas penciptaan. Suatu tugas dalam bentuk pendelegasian kasih sayang Tuhan dengan menjadi Khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. Sayangnya, tidak semua manusia menyadari tugas penciptaan tersebut. karena iblis tidak pernah diam dan tidak pernah mati untuk senantiasa menggagalkan terwujudnya pencapaian tugas tersebut. Begitulah, yang ingin Aki sampaikan melalui manifestnya ini.

Walaupun lebih berbentuk novel, Aki enggan menyebutnya demikian. Aki lebih suka menyebutnya "kispan" alias Kisah Panjang. Ini mungkin disebabkan karena Aki ingin membagi rekaman perjalanan intelektual dan spiritual yang dialaminya. Karena memang tidak mudah untuk menghadapi berbagai pertemuan dan pertentangan dengan aliran-aliran pemikiran yang dianut orang-orang macam Karl Marx, Engles, Siddharta, Adam Smith, dan Nietzsche.

Satu lagi yang membuat manifest ini sungguh berarti adalah bahwa Manifesto Khalifatullah ini ditulisa dalam keadaan mata Aki yang hampir buta. Proses penulisannya pun harus diselesaikan oleh seorang typist komputer. Maka rasanya tidak salah bila dalam testimoninya, Taufiq Ismail mendeskripsikan Manifesto Khalifatullah sebagai semacam rangkaian kuliah penutup tentang makna kehidupan dari seorang Dosen Sastra Emeritus.


Blok M-Paninggilan, 30 November 2010. 21.05



Rabu, 17 November 2010

Saya Tidak Percaya Bahwa Saya Menulis Hal Yang Demikian Eps. 3

Memang demikian adanya. Saat membaca status seorang teman di facebook, yang menyodorkan pertanyaan lengkap dengan pilihan jawaban layaknya soal ujian favorit: pilihan ganda.

"Selain orangtua, siapakah orang yang Anda anggap paling berjasa dalam hidup anda? A) Pasangan B) Guru C) Atasan, atau anda punya jawaban sendiri?"

Melihat opsi pilihan seperti itu, jelas yang ada di benak saya adalah opsi jawaban diluar semua pilihan diatas: D. Diri saya sendiri. Berbeda dengan komentator lainnya yang menjawab sesuai opsi. Saya tidaklah sendirian karena ada juga yang menganggap Celine Dion, pelantun My Heart Will Go On itu sebagai idola yang paling berjasa dalam hidupnya. Saya rasa itu cukup beralasan entah karena perasaan narsis atau paham “everyman himself” yang sedang saya anut.

Saya rasa semua orang pun sama. Diakui atau tidak, diri kita sendiri berperan utama dalam jalan hidup masing-masing. Sebagai contoh, bila diri kita sendiri tidak sadar bahwa ada orangtua yang mencurahkan segala kasih sayangnya, bila kita tidak mau mengalah dan sanggup untuk menerima sebagian ilmu dari guru-guru kita, apakah kita akan jadi seperti sekarang? Itulah sebabnya, mengapa saya begitu yakin bahwa peran dari dalam diri sendiri pun ikut memiliki pengaruh paling tinggi atas segenap episode kehidupan.

Bagaimanapun, saya tidak bisa menghindari fakta bahwa mereka memang telah memiliki peran dan jasa-jasa yang hingga saat ini belum bisa saya balas. Walau hanya untuk sekedar mengucapkan terima kasih saja. Terutama kepada orang tua dan guru-guru yang telah lebih dari bersedia untuk menanggapi segenap kebodohan saya.


"I will stand for my dreams if I can, symbol of my faith in who I am..."
*



Paninggilan-Gambir, 16 November 2010. 08.59


*dari lirik lagu Immortality, dnyanyikan oleh Bee Gees & Celine Dion.

Jumat, 12 November 2010

The Unforgiven (II)

Sama merdunya dengan yang pertama. Nyanyikan dengan syahdu. Seraya mengiringi hari-hari sepi.




Lay beside me, tell me what they've done
Speak the words I wanna hear, to make my demons run
The door is locked now, but it's open if you're true
If you can understand the me, than I can understand the you

Lay beside me, under wicked sky
The black of day, dark of night, we share this paralyze
The door cracks open, but there's no sun shining through
Black heart scarring darker still, but there's no sun shining through
No, there's no sun shining through
No, there's no sun shining...

What I've felt, what I've known
Turn the pages, turn the stone
Behind the door, should I open it for you....
What I've felt, what I've known
Sick and tired, I stand alone
Could you be there, 'cause I'm the one who waits for you
Or are you unforgiven too?

Come lay beside me, this won't hurt I swear.
She loves me not, she loves me still, but she'll never love again
She lay beside me, But she'll be there when I'm gone
Black heart scarring darker still, yes she'll be there when I'm gone
Yes, she'll be there when I'm gone
Dead sure she'll be there...

What I've felt, what I've known
Turn the pages, turn the stone
Behind the door, should I open it for you....
What I've felt, what I've known
Sick and tired, I stand alone
Could you be there, 'cause I'm the one who waits for you
Or are you unforgiven too?

Lay beside me, tell me what I've done
The door is closed, so are your eyes
But now I see the sun, now I see the sun
Yes now I see it

What I've felt, what I've known
Turn the pages, turn the stone
Behind the door, should I open it for you....
What I've felt, what I've known
So sick and tired, I stand alone
Could you be there, 'cause I'm the one who waits,
The one who waits for you....

Oh what I've felt, what I've known
Turn the pages, turn the stone
Behind the door, should I open it for you....
(So I dub thee unforgiven....)
Oh, what I've felt....
Oh, what I've known....
I take this key (never free...)
And I bury it (never me...) in you
Because you're unforgiven too....
Never free....
Never me....
'Cause you're unforgiven too....

Taken from the album, ReLoad (1997)



Paninggilan, 12 Noviembre 2010.

The Unforgiven

Entah kenapa, lagu ini terasa sangat merdu akhir-akhir ini.





New blood joins this earth
And quickly he's subdued
Through constant pained disgrace
The young boy learns their rules

With time the child draws in
This whipping boy done wrong
Deprived of all his thoughts
The young man struggles on and on he's known
A vow unto his own
That never from this day
His will they'll take away

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never be
Never see
Won't see what might have been

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never free
Never me
So I dub thee unforgiven

they dedicate their lives,
to ruining all of his
He tries to please them all
This bitter man he is
Throughout his life the same
He's battled constantly
This fight he cannot win
A tired man they see no longer cares
The old man then prepares
To die regretfully
That old man here is me

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never be
Never see
Won't see what might have been

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never free
Never me
So I dub thee unforgiven

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never be
Never see
Won't see what might have been

What I've felt
What I've known
Never shined through in what I've shown
Never free
Never me
So I dub thee unforgiven

Never free
Never me
So I dub thee unforgiven

You labeled me
I'll label you
So I dub thee unforgiven

Never free
Never me
So I dub thee unforgiven

You labeled me
I'll label you
So I dub thee unforgiven

Never free
Never me
So I dub thee unforgiven...

Taken from Metallica, The Black Album, 1991


Paninggilan, 12 November 2010.

Jumat, 15 Oktober 2010

Kapan Lagi Saya Nyanyikan Lagu Ini Sambil Menatap Wajahnya?

7. Orang yang mencintai kamu akan selalu mengingat setiap kejadian yang dia lalui bersama kamu, bahkan mungkin kejadian yang kamu sendiri sudah melupakannya, karena saat-saat itu ialah saat yang berharga untuknya. dan saat itu, matanya pasti berkaca. karena saat bersamamu tidak selalu terulang.*


Belum juga seminggu perasaan itu pergi. Belum juga seminggu rasa itu usai. Entah kenapa, tiba-tiba pula, saya jadi begitu ingin menyanyikan lagu ini. Sambil menatap wajahnya, di layar ponsel, di album facebook.



Moshimo Negai ga kanau nara
Toiki o Shiroi bara ni Kaete
Aenai hi ni wa
Heya jyuu ni Kazarimasyou
Anata wo omoi nagara

Darling, I want you Aitakute
Tokimeku koi ni Kakedashi sou nano
Maigo no you ni Tachisukumu
Watashi o sugu ni Todoketakute

Daiyaru mawashite Te o tometa
I’m just a woman fall in love

If my wishes can be true
Will you change my sighs
To roses, whiter roses
Decorate them for you
Thinking ’bout you every night
And find out where I am
I am not livin’ in your heart

Darling, I need you Doushitemo
Kuchi ni dasenai Negai ga aru no yo
Doyou no yoru to nichiyou no
Anata ga itsumo hoshii kara

Darling, you love me Ima sugu ni
Anata no koe ga Kikitaku naru no yo
Ryoute de Hoo o Osaetemo
Tohou ni kureru Yoru ga kirai



A song and lyric from Olivia Ong, Koini Ochite (Fall In Love). Album Koini Ochite (Japanese Domestic Market, 2008)



Paninggilan, 15 Oktober 2010. 19.03


*) dikutip dari sini

Rabu, 13 Oktober 2010

Saya Tidak Percaya Bahwa Saya Menulis Hal Yang Demikian (Eps. 2)

Dia:
Dunia berputar, semua itu menjadi kenangan.Ini mungkin karena perasaan yang palsu. Haha.

Saya:
Ya, begitulah hidup dengan segala konsekuensinya. Picture fade away, memory is forever.

Dia:
Benar fren.
Karena hidup adalah pilihan.

Saya:
Karena hidup kadang terlalu banyak memberi pilihan...

Dia:
Setiap pilihan ada keuntungan dan resiko, kita harus bisa mengetahui dan menerimanya.

Saya:
Once u took it, there's no way back.... But memory will linger forever...

Dia:
Kuingin perasaan ini pergi.

Saya:
Jalani yg ada, walau kadang sulit... Momen-momen itu akan kembali... Bukan sekedar reuni akbar belaka.

Dia:
Benar kawan, tapi terkadang perasaan itu datang tanpa tak diduga.

Saya:
Perasaan, betapapun adanya sungguh bisa menipu, semoga kau benar... Awalnya adalah pikiran... So, manage your minds...



Paninggilan, 12 Oktober 2010. 23.17


* mengenang satu percakapan yang berlangsung ketika Persib Bandung takluk dari Deltras Sidoarjo, 4-1, di Kota Lumpur, Sidoarjo.

** telah mengalami editing sebelumnya dari bahasa SMS, tanpa mengurangi esensi isi.

Selasa, 12 Oktober 2010

Saya Tidak Percaya Bahwa Saya Menulis Hal Yang Demikian (Eps. Perdana)

"Apa 10 hal yang simple tapi penting dilakukan untuk mengatasi patah hati...???" comment your FB atau sms


‎1. A cup of coffee

2. Cigarettes

3. Metallica's Songs

4. Ojo Dipikirin

5. Nulis expired date di semua foto berdua

6. Nulis lirik tentang dia, dipublish di blog

7. Jalan-jalan gak jelas sendirian

8. Stop sms/calling her

9. Cari gantinya dengan lebih melibatkan Tuhan

10. Never spills your last beer...

aku udah praktekin itu tadi malem pas malem minggu :((



Paninggilan, 10 Oktober 2010. 22.57 WIB

* telah mengalami editing dari post aslinya tanpa mengurangi kenikmatan pembaca: buktinya gak 5 menit udah nancep 2 jempol

Minggu, 10 Oktober 2010

Suatu Malam Aku Mendengar

Semalaman ini, setidaknya aku tidak harus lagi memutar lagu-lagu seperti ini:


Ketika malam tiba, ingin ku mengungkap tanya, dengan siapa kau melewatinya... (1)

If i could ask God just one question, why are'nt you here with me...(2)

Lelah,lelah hati ini... Menggapai hatimu, tak jua menyatu... (3)


Berganti dengan lagu...


For years i've been telling myself the same old stories... And now i know i've already blown much chances than anyone should ever gets... (4)

Dont ask me why the times has passed us by, someone elses moved in from far away... (5)

Bukan aku meragukanmu tapi sungguh ku tak ingin, engkau jauh dariku...(6)

And i cant fight this feeling anymore, i forgotten what i started fighting for... (7)

Have i told you lately that i loved you... (8)

If i ever loose my faith in you... (9)


Terakhir...


Katakanlah, katakan sejujurnya, apa mungkin kita bersatu... Kalau tak mungkin lagi kita menyanyikan lagu cinta biarkanlah ku pergi jauh.... (10)


Paninggilan, 10 Oktober 2010. 01.20


1. Iwan Fals, Aku Bukan Pilihan
2. Mandy Moore ft. Jonathan Foreman, Someday We'll Know
3. Rafika Duri, Tirai
4. Hugh Grant, Dont Write Me Off
5. Bee Gees, First of May
6. Rida Sita Dewi, Ketika Kau Jauh
7. REO Speedwagon, Cant Fight This Feeling
8. Rod Stewart, Have I Told You Lately
9. Sting, If I Ever Loose My Faith
10. Christine Panjaitan, Katakan Sejujurnya

The Pace

Ready for the pace of life...

Begitulah kata zodiak hari kemarin tentang peruntungan saya. Dalam keadaan setengah mengantuk saya sedikit menyadari bahwa mungkin esok akan ada kejutan untuk saya. Mungkin juga itu semua akan mencampuraduk perasaan saya. Siapa tahu? Anak SD juga tahu, tomorrow still a mystery.

Paginya teriakan dua anak kecil (anaknya Paman saya) membangunkan saya dari keheningan panjang (mimpi apa saya semalam...?). Langit gelap mega berarak mendung melintas. Tak lama hujan turun. Tentu diawali dengan guludug (gemuruh campur kilat). Waw, rencana hari ini sepertinya batal.

Beberapa detik kemudian, komputer menampilkan message "BOOTMGR is missing. Failed to load. Ctrl+Alt+Del to reboot". Sialan, alamat pertanda tak baik. Inikah awal maksud dari ramalan itu? Seandainya hidup ini adalah sebuah sistem seperti komputer yang punya dua kombinasi sakti: tentu saja Ctrl+Alt+Del (shutdown) dan Ctrl+Z (undo), akan jadi favorit. Barangkali hanya Tuhan sajalah yang akan kecewa karena pekerjaannya terinterupsi oleh sistem (yang juga ciptaanNya) tersebut.

Satu jam berlalu. Keringat mulai mengucur. Terpaksa recovery manager harus turun tangan sekalian install ulang. Data available for erase? Delete data? Yes. Enter. OMG, saya sedikit lengah. Akibatnya, file-file musik dan video mesum Ar*el vs CT ikut lenyap. Semoga Tuhan memberkati komputer yang baru diinstall ulang ini.

Sampai akhirnya si Blackie berhasil loading sempurna, hujan mulai berhenti. Mentari mulai nampak. Selamat menjelang siang, dunia. Eh, ternyata eh ternyata, si DVD-ROM sialan malah ikut pensiun. So, Pak Bos yang dapat laporan tentang hal ini segera mengajak saya untuk jalan-jalan. Cuci mata katanya. Sekalian mampir ke Service Center. Terima kasih, saya akan membatalkan agenda saya. Padahal ada satu janji yang harus saya lunasi. It's ok lah, jangkrik Boss!.

Singkat cerita everything's totally under control. Dari mulai mengatasi macetnya Jakarta sampai turun naik ke lantai 25. Termasuk waktu pit stop makan di Mayestik. Sip lah, you're the best, Boss!

Sore mengawali senja pembukaan. Semburat kekuningan di kaki langit nampak semarak. Entah apalagi yang akan terjadi. What will be, will be. Kutipan dari teman sebelah meja waktu SMA di kelas IPA (sok penting banget ya kesannya :D)



(sampai disini Penulis berhenti sebentar bersiap-siap mereka ulang kejadian sebelum tulisan ini ditulis sambil mengambil nafas dalam-dalam.)


Kabar berikutnya yang benar-benar memacu "pace" dr jantung ini adalah..eng ing eng... Nama laki-laki lain dalam secarik surat. Surat pendek berjudul SMS (gak penting banget, sumpah :D). Seperti judul lagu dangdut saja. OMG, Eau My God*. Rupanya yang datang bukan sekedar kabar.

Tak lama kemudian terjadi beberapa peristiwa yang tidak bisa dihindari. Bagai satu sekuensial khas komik yang tak terelakkan. Mulai dari bahasan tentang tweets "gak penting" demi memenuhi kebutuhan informasi followers (sounds like judul skripsi). Percakapan di telpon yang lagi-lagi "gak penting" tapi tetap berarti buat yang di ujung sana. Hingga ditutup oleh renungan tentang hal-hal "cemen" yang seharusnya tidak sampai melibatkan Tuhan.

Menjelang dini hari, saya semakin menyadari bahwa segala kemungkinan dalam hidup ini memang tidak terhindari. Segalanya kadang terjadi begitu cepat. They always get you. The problem is apakah semua itu berada dalam keseimbangan tata kosmos kemestian atau malah kita yang harus menyesuaikan. Segalanya masih mungkin terjadi dan setiap kemungkinan memiliki probabilitas masing-masing untuk berubah dalam variabel yang entah konstan atau dinamis. Dan malam pun makin merambat menuju sepertiganya membawa akhir cerita.



Mayestik-Paninggilan, 9-10 Oktober 2010.


*diucapkan Jenson Button jauh sebelum jadi Juara Dunia F1, ketika akan menjajal tikungan terkenal, Eau Rouge atau Air Merah, di Sirkuit Spa-Franchorchamps, Belgia, medio 2000. Ada di Majalah F1 Racing edisi tahun yang sama tapi saya lupa bulannya. Mohon pembaca maklum adanya.

Minggu, 03 Oktober 2010

Catatan di Minggu Pagi

Menikmati hari Minggu dengan bangun siang tentu sangat menyenangkan. Tetapi, bila dibangunkan oleh raungan mesin dan klakson dari loper koran bisa jadi sesuatu yang mengganggu. Bisa jadi juga satu hal yang tidak menyenangkan. Dan itu terjadi pada saya.

Tentu banyak alasan mengapa banyak orang membaca koran di pagi hari. Ada yang memang karena hanya punya waktu di pagi hari. Ada yang memang kebiasaan baca di pagi hari. Ada juga yang mengikuti formalitas semata, seperti yang Pak Edwin pernah bilang waktu belajar Komunikasi Massa.

Saya tidak pernah punya kolom favorit yang selalu saya tunggu setiap minggunya. Saya tidak mengidolakan satu kolom bagaikan subscribed threads di forum-forum yang saya ikuti. Walaupun begitu saya selalu punya kolom yang setidaknya harus sempat dibaca atau disimak biar kata itu cuma kolom Teka Teki Silang atau pun komik strip seperti Panji Koming.

Saya juga tidak perlu tahu mengapa kolom Sastra, Kesenian, dan Kebudayaan ditempatkan pada hari Minggu. Apakah untuk memanjakan para penikmat sastra, seni, dan budaya yang hanya punya waktu luang di hari Minggu, saya rasa saya tidak perlu tahu juga. Yang saya tahu, dengan mata yang masih pedas saya membaca liputan wawancara tentang kebudayaan bersama Ajip Rosidi. Sosok seorang tokoh dalam ranah sastra daerah dan nasional yang semakin saya akrabi semenjak membaca karya beliau yang berjudul, “Orang dan Bambu Jepang”.

Beliau juga yang semenjak tahun 1999 ikut menggagas Hadiah Sastra Rancage, yang kini tidak hanya terbatas pada penulis Sunda saja, tetapi juga penulis dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Perlu dicatat, itu dilakukan beliau tanpa (berharap) dukungan dari Pemerintah.


Beberapa Catatan



"Budaya Tak Pernah Diperhatikan..."

Sejak negara Indonesia didirikan, budaya tak pernah diperhatikan, itu kalau kebetulan pejabatnya mempunyai perhatian.

Kebudayaan hanya embel-embel apalagi sekarang kebudayaan dimasukkan dalam pariwisata, artinya kebudayaan hanya dimasukkan sebagai komoditas yang bisa dijual.

Mereka tidak pernah memikirkan bahwa kebudayaan itu merupakan salah satu bagian dari pembangunan bangsa. Mereka merasa cukup dengan memberikan hadiah pada seniman atau lembaga yang bergerak di bidang kesenian. Hanya itu saja.

Membaca petikan diatas, saya teringat akan sesuatu. Saya cukup miris dengan kenyataan bahwa masalah kebudayaan bangsa yang sejatinya menjadi urusan pemerintah ternyata tidak pernah mendapat perhatian serius dan seringkali terpinggirkan. Zaman Orde Baru, Kebudayaan menjadi satu dengan Pendidikan dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rasanya masuk akal bila masalah pendidikan dan kebudayaan berada satu atap dibawah lembaga yang menaunginya. Setidaknya, pendidikan akan membuat orang tersadar akan masalah khazanah kebudayaan bangsanya. Itu menurut logika sederhanacsaya yang masih perlu diuji keabsahannya.

Sedangkan kini, masalah kebudayaan kembali dipisahkan dengan masalah pendidikan dan dilebur ke dalam urusan pariwisata. Bergabung dalam Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan. Dari kedua-duanya, kebudayaan tidak pernah mendapat tempat pertama. Selalu berada setelah subjek yang pertama. Hal itu mengindikasikan (lagi-lagi) Pemerintah memang tidak pernah serius mengenai urusan kebudayaan ini. Barangkali, Pemerintah hanya peduli dengan Visit Indonesia Year yang jelas-jelas demi usaha meningkatkan bisnis pariwisata dengan menjual kebudayaan-kebudayaan masyarakat yang layak dijual (menurut hitung-hitungan dagang). Bisa saja, keresahan yang diungkapkan oleh Ajip Rosidi itu benar adanya. Sekali lagi, itu menurut logika sederhana saya yang masih bisa terbantahkan, maklum saya hanya rakyat biasa.

Dari sekian petikan wawancara dalam kolom ini, rasanya saya sependapat lagi dengan beliau mengenai masa depan Indonesia. Saya pesimis? Tidak. Realistis? Ya. Seperti bisa disimak pada petikan berikut:

Bagaimana Anda melihat negeri ini ke depan?
Saya sudah putus asa. Dalam otobiografi saya katakan saya tidak melihat masa depan Indonesia. (Dalam otobiografi Hidup Tanpa Ijazah, Ajip menulis "Aku tidak melihat ada fajar yang akan merekah di sebelah depan yang dekat...")

Apakah itu tidak pesimistis?

Banyak orang mengatakan begitu. Saya kira, saya tidak pesimistis, tapi realistis. Saya tidak mengharapkan yang muda akan mengubah kultur politik kita. Sudah berapa generasi dari '66, '98 yang muda masuk, tapi kalau sudah masuk mereka ikut juga. Saya lakukan saja apa yang dapat saya lakukan, dan saya tidak pernah meminta pada Pemerintah.



Paninggilan, 3 Oktober 2010. 21.15

Sumber Bacaan: Ajip Rosidi dalam kolom Persona, harian Kompas, Minggu 3 Oktober 2010.


Sabtu, 18 September 2010

Lagu Itu

Di radio, aku dengar lagu kesayanganmu...*)

Betul benar itu terjadi padaku. Saat yang paling menyenangkan dalam hidupku itu pula yang rupanya menghantarkan lagu itu melewati gendang telingaku. Begitulah, entah mengapa selalu terbayang wajahmu setiap saat lagu itu diputar. Aku tidak pernah tahu sejak kapan itu terjadi padaku. Kiranya, apa karena aku masih ada rasa padamu.

Lagu itu bukanlah lagu syahdu sebagaimana lantunan suara merdu Christine Panjaitan, Dian Pisesha, atau Iis Sugianto yang selalu mengantarku ke peraduan. Bukan. Bukan itu kan? Tentu saja. Mungkin saja telinga dan lidahmu bakal kelu kalau terlalu sering nguplek dengan lagu jadul.

Aku pikir kau memang menyukai lagumu itu bukan saja karena kau memang menyukai musikalitasnya tetapi juga barangkali terselip memori indah dibalik liriknya. Seperti rasa bahagia milikku yang menyangkut dalam setiap bait lagu On My Own milik Whitney Houston pada makan siang bersama kita waktu itu.


And i am not afraid to try it on my own...
I don't care if i'm right or wrong...



Ah, rasanya tidak perlu kuceritakan kembali perihal kejadian siang itu. Bukankah kita berdua sama-sama menikmati makan siang yang paling spesial? Walau menunya cuma ayam bakar dan jus mangga tetapi tetap kesan itu tak berubah hingga hari ini.

*

Tentu aku tidak perlu tahu kenangan macam apa pula yang ikut menempel lekat dalam lagumu itu. Aku juga tidak perlu tahu apakah lagu itu juga tentang dirinya. Sebuah nama laki-laki lain dalam secarik surat** yang pernah tak sengaja kau sebutkan di depan hidungku. Hadirkan resah. Sentuh rasa tiba-tiba. Mungkinkah aku cemburu?



Pharmindo, 14 September 2010. 21:43


*) dari lirik lagu ''Kugadaikan Cintaku'', dinyanyikan oleh Gombloh.

** dari judul buku Budi Darma, ''Laki-laki Lain Dalam Secarik Surat'', Bentang Pustaka, 2008.

Selasa, 14 September 2010

Malam Terakhir

Tarawih malam terakhir semalam tadi hanya menyisakan sepi dalam balutan kantuk yang semakin menjadi. Dalam 11 rakaat yang entah masih ada pahalanya atau malah nilainya tergerus kantuk itu sendiri.

Tuhanku, apalah yg sudah kulakukan untukmu di Ramadhan yang kesekian kalinya ini? Adakah setiap huruf dalam lantunan ayat-ayat itu bernilai pahala seperti yang telah kau janjikan?

Tuhanku, Ramadhanku kali hanya berisi keyakinan semu. Khattam pun tak mampu. Masih terhenti di deretan ayat An-Nisa. Masihkah ada nilainya bila semua itu menuju padaMu?

Tuhanku, aku berharap semua kelakuanku di RamadhanMu yang akan segera berlalu ini tidak lantas menambah dukaMu yang abadi. Entah harus berapa lafadz maaf harus terucap ke haribaanMu.

Tuhanku, RamadhanMu akan segera berlalu meninggalkan kami yang tertatih menuju ridhoMu. Tiada lain yang kami inginkan selain umur untuk kembali menyambut Ramadhan yang akan datang. Supaya kami bisa semakin menata diri dan berkaca atas segala kealpaan kami terhadapMu.

Tuhanku, diantara bulir-bulir hujan yang semisal dosa kami, kami serahkan kembali padaMu. Asalkan Engkau sedang tidak marah, apapun yang terjadi kami tidak peduli. Kami terimakan dan ridho atas segala keputusanMu.

Tuhanku, maafkan kami yang terlalu lancang untuk selalu mengemis dan meminta supaya doa-doa kami tidak menggantung di langitMu yang maha luas tak terkira. Maka, Ya Allah perkenankan kami (yang tak layak untuk surgaMu ini) untuk sekedar menikmati kesucian di awal bulan Syawal, yang sesungguhnya kami pun malu untuk menyambut hari kemenangan besok.

Tuhanku, di senja yang mendung ini, di ambang Syawal nan fitri, perkenankanlah kami untuk kembali pada kesucian. Seraya menyebut namaMu yang agung, mengumandangkan takbir penuh haru, sambil mengucap selamat jalan Ya Ramadhan. Mudah-mudahan, Engkau masih berbaik hati supaya kami bisa menyambutnya kembali. Barakallahi wa lakum.



Pharmindo, 09 September 2010. 17:55

Malam Pembuka

Hujan belum juga reda seperti perasaanku padamu. Dingin menjemput kehangatan malam yang tercipta dari sisa-sisa kenangan bersamamu. Malam terus merambat. Menutup gelisah musim yang basah.

Aku bayangkan dirimu berselimut mimpi. Tentang hari dimana rasa belum juga pudar. Tentang rasa yang dulu kau simpan semisal senja di musim yang basah.

Musim terus berganti membawa ceritamu. Entah kapan lagi kau ceritakan padaku. duduk bersama sambil menunjuk satu bintang dilangit kelam. Menambatkan rasa pada dinding hati.

Mungkin ini hanya khayalku sendiri. Aku yang tak mampu sembunyikan mimpi dari imaji keinginan. Bagai puisi yang lepas dari kata-kata. Begitulah cintaku, nikmatilah malam ini bagaikan senja terakhir di pulau tanpa nama. Hirup dan rasakanlah aroma hidup ini. Hingga saat nanti, hingga ujung waktu.


Teluk Buyung 17, 8.9.10: 22.37

Jumat, 13 Agustus 2010

Menantang Diktator, Menantang Takdir (Edisi Sejarawan Dadakan)

Judul Buku : Menantang Diktator: Konspirasi Rahasia Anti-Hitler
Penulis : Darma Aji
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun : 2006
ISBN : 9789797091996
Genre : Sejarah Dunia










Conspiracy without solidity will be nothing

Membaca kembali catatan sejarah peninggalan Third Reich dengan simbol kejayaan Nazi dan Adolf Hitler tentu masih sangat menarik untuk diperbincangkan. Perlawanan terhadap rezim yang menjalankan kekuasaan dengan diktatorisme dan totalitarian menjadi sangat tdak mudah. Terlebih lagi, Angkatan Bersenjata Jerman terikat sumpah setia pada Fuehrer.

Menggalang kesatuan ide dan kesepakatan politis demi mencapai tujuan bersama, yaitu bersatunya kembali Jerman dan runtuhnya rezim Nazi seringkali gagal karena tidak kokohnya fondasi konspirasi yang mereka buat sendiri. Dengan demikian, sampailah mereka pada ide untuk membunuh Hitler dan Himmler. Namun, merencanakan pembunuhan Hitler pun bukan perkara yang mudah. Banyak Jenderal masih memegang sumpah setianya pada Fuehrer dan banyak pula yang beranggapan bahwa berkonspirasi membunuh pemimpin Negara adalah suatu tindakan pengkhianatan terhadap Negara.

Berbagai plot telah disiapkan guna menggulingkan rezim diktator yang semakin menenggelamkan Jerman dalam perang melawan Sekutu Barat dan Uni Soviet dibawah pimpinan Stalin. Plot pembunuhan Hitler disusun bersama dengan serangkaian rencana kudeta dan pengambilalihan kekuasaan di Ibukota Jerman saat itu, Berlin. Hanya saja, keberuntungan seringkali menaungi Hitler. Beberapa percobaan sempat mengalami kegagalan. Hitler pun semakin di atas angin dan semakin merasa bahwa tujuan mulia terhadap Third Reich adalah takdirnya.

Begitu pun usaha dari Kolonel Clauss von Stauffenberg pada 20 Juli 1944 yang membawa bom dalam koper dan meninggalkannya di ruang rapat markas Hitler di Wolfersschanze (Wolf’s Lair), Prusia Timur. Kisah heroik ini juga pernah difilmkan dengan judul Valkyrie (MGM, 2008) dan dibintangi oleh Tom Cruise yang memerankan sendiri Stauffenberg. Valkyrie sendiri adalah nama dewa dalam mitologi Jerman-Nordik yang juga namanya dijadikan sandi operasi pengambilalihan keamanan darurat dalam negeri bila sewaktu-waktu kepala Negara berada dalam keadaan bahaya.




Melalui buku ini, pembaca diajak lebih menyelami kejadian-kejadian konspirasi sepanjang berkuasanya Rezim Nazi dibawah komando Adolf Hitler, der Fuehrer. Pembaca juga akan mendapatkan wawasan tambahan sepanjang Perang Dunia II, tentang bagaimana taktik militer Jerman pasca D-Day di Normandia dan War of Stalingrad, dan juga apa dan siapa yang ikut berperan seputar masa-masa kelam dalam sejarah kemanusiaan. Lebih lengkap lagi bila pembaca juga menonton film dokumenter D Day 6.6.44 (2004) dan War of The Century: When Hitler Fought Stalin (2000) rilisan BBC Films sehingga objektivitas pembaca akan tetap terjaga dengan informasi dan arsip-arsip terbaru yang dirilis Rusia guna kepentingan riset.


Paninggilan, 13 Agustus 2010. 10.33

Selasa, 10 Agustus 2010

Inception: Kehidupan Ide dalam Pikiran


Judul : Inception
Sutradara : Christopher Nolan
Tahun : 2010
Produksi : Warner Bros Pictures
Genre : Action Thriller
Pemain : Leonardo Dicaprio, Tom Hardy, Ken Watanabe, Ellen Page, Joseph Gordon-Levitt

Your mind is the scene of crime

Awalnya adalah ide, suatu hal yang kecil dan menjadi fokus utama dalam film garapan Christopher Nolan yang juga menyutradarai The Dark Knight. Ide secara langsung berkaitan dengan pikiran. Begitu ide terlintas, pikiran pun akan segera merekamnya dan menentukan akan diapakan ide tersebut. Masalahnya, terkadang berbagai ide yang muncul hanya terlintas sesaat dalam kenyataan. Begitu jiwa dan raga ini beristirahat dalam tidur makan ide itu akan segera hilang, seperti Koes Plus bilang dalam lirik lagu Perasaan, “...betapa megah hidupku kau bilang, dalam tidurmu semua akan hilang...”.

Namun, siapa sangka kalau ide itu ternyata masih diputar ulang oleh pikiran melalui alam bawah sadar. Agaknya, untuk membahas hal ini lebih jauh diperlukan analisis mendalam dengan berbagai referensi dari Psikonanalisis yang dielu-elukan oleh Kaum Freudian, mereka pengikut sang juru alam bawah sadar, Sigmund Freud.

Menyimak film ini rasanya tidak berbeda jauh dengan The Ocean Gangs (Ocean’s Eleven, Ocean’s Twelve, dan Ocean’s Thirteen). Pemimpin aksi yang mendapatkan tugas istimewa harus mengumpulkan anggota tim terbaiknya agar misi dapat berhasil dan sukses. Bedanya, dalam Inception, Dom Cobb (Leonardo Dicaprio) dikisahkan masih menyimpan bayang-bayang masa lalu dari keahliannya bersama istrinya. Ingatan masa lalu yang belum sepenuhnya dihapus dan risiko pekerjaannya menjadi hal yang menarik dalam film ini.

Dom Cobb adalah seorang pencuri yang bekerja di dunia yang tidak nyata: dunia mimpi dan alam bawah sadar. Dom Cobb memiliki kelebihan untuk mencuri lewat kemampuan ekstraksi, yang memungkinkannya untuk mengambil berbagai informasi dan rahasia melalui alam bawah sadar. Dengan cara itulah, ketika pikiran berada dalam kondisi vulnerable Dom Cobb menjalankan aksinya.

Kemampuan itulah yang menyebabkannya memasuki dunia baru spionase korporat. Melalui usahanya, ia kemudian menjadi sorang pelarian internasional sehingga harus membayar semuanya dengan kehilangan keluarganya. Menyadari usahanya untuk terus berlari dan bersembunyi akan sia-sia, Cobb pun menerima tawaran Saito, pengusaha dari Jepang, yang membuat kesepakatan supaya Cobb bisa kembali pada kehidupan dan keluarganya seperti semula.

Pekerjaan yang diberikan Saito adalah sederhana. Cobb diminta untuk menanamkan ide didalam pikiran Robert Fischer (Cillian Murphy), sang pewaris kerajaan bisnis ayahnya, Walter Fischer (Pete Postlethwaite), yang juga saingan bisnis Saito. Saito khawatir ekspansi bisnis Fischer akan berpengaruh dalam pasaran energi internasional. Cobb harus menanamkan ide bahwa Fischer Jr tidak akan melakukan kebijakan untuk mengikuti jejak ayahnya.

Sepintas pekerjaan itu terlihat sangat mudah. Namun, Cobb harus menembus sampai 3 lapis mimpi agar ide yang ditanamkan itu menancap sempurna pada target. Bersama tim bentukan yang terdiri dari berbagai spesialis (bukan dokter spesialis) Cobb merancang suatu misi. Kali ini bukan misi pencurian ide tetapi penanaman ide. Pekerjaan ini adalah pekerjaan terakhir untuknya. Pekerjaan yang disebut impossible-inception. Jika mereka berhasil maka itu akan jadi kejahatan yang illegally perfect. Kesalahan dalam perencanaan dan perhitungan malah justru tidak hanya akan menimbulkan bahaya tetapi juga keselamatan mereka semua.


The Cobb's Winning Six Team

Overall, Inception menawarkan thrilling action plus imaginative sci-fi khas film-film Hollywood. Lengkap dengan adegan kejar-kejaran dan tembak-menembak. Juga tidak lepas dari plot cerita dengan alur yang berulang-ulang maju mundur sehingga penonton wajib mengikuti cerita dari awal hingga tamat. Konflik personal pelaku utama juga membuat penonton menebak-nebak. Menurut penulis, acting Dicaprio memang punya ciri khas dan cita rasa tersendiri.

Kalau saja pemeran utamanya diperankan oleh Brad Pitt, Matt Damon, atau Ben Affleck yang sering tampil dalam film bergenre sama akan terasa lebih gagah dan tegas. Barangkali, image yang terlanjur melekat pada pribadi masing-masing mereka memberikan daya tarik dan nilai tawar tersendiri juga bagi produser film. Terakhir, Kalau boleh menyarankan, film ini juga layak dibuat jadi game RPG dengan multi-ending seperti Legend of Legaia yang punya 5 ending di akhir cerita.



Catatan Akhir Seorang Kritikus Dadakan

Ide itu seperti virus. Ide bisa berkembang atau menghancurkanmu.

Quote yang menurut saya sangat bermakna. Bahwa seringkali ide-ide kecil dalam pikiran justru malah tidak kita sadari berawal dari inspirasi murni yang diterjemahkan oleh penulis script sebagai Pure Inspiration. Ide adalah hal kecil yang akan merubah segalanya. Simply little thing that changes everything. Sering juga tidak disadari bahwa ada ide atau gagasan berharga sangat mahal.

Jangan lupakan juga tentang pikiran (mind). Tanpa pikiran, suatu ide atau gagasan tadi hanya akan jadi kesia-siaan belaka. Pikiranlah yang sebenarnya menentukan kemana ide itu menuju dan akan jadi seperti apa ide nantinya. Pikiran memegang peranan yang sentral karena dapat membahayakan kepentingan luas. Ada semacam hukum kekekalan yang melingkupinya. Bila memang pikiran itu baik maka baik pula hasilnya, begitupun sebaliknya. Hal lainnya yang patut diwaspadai adalah kematian ide dalam pikiran. Barangkali karena pikiran sudah memang terlanjur menelan racun peradaban sehingga sulit sekali untuk mencerna ide menjadi sesuatu.

Hingga pada akhirnya, kita akan mengakui bahwa ide sekecil apapun akan tetap berharga. Itulah yang menyebabkan mahalnya isi kepala seseorang yang berhasil mengolah ide atau gagasan menjadi sesuatu yang bermakna dan berarti. Karena didalamnya, pikiran dan ide berhasil membentuk sebuah formasi kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan lekang oleh zaman.



Paninggilan, 10 Agustus 2010. 23.31


*dengan ingatan pada siang di XXI Gandaria City, St. 6- F9
** Image hasil repro dari www.imdb.com


Minggu, 08 Agustus 2010

Tentang Mimpi-mimpi di Pakutik

Ada mimpi datang dan pergi
Pada senja selintas di musim basah
Sedang kau pun tahu
Tak satu pun menuju padamu

Kau juga tahu
Tak ada rindu meluruh
Saat mimpi menyebut namamu
Hanya kosong yang entah semu




Sedang malam masih merambat
Menambat harap pada bintang
Di pojok langit utara
Gelap, dingin, (dan lagi-lagi) sepi



Pakutik, Sungai Pinang, 4 Agustus 2010. 22.19 WITA
*) dengan ingatan pada sekuen mimpi-mimpi yang berkejaran 3 hari berturut-turut

* crossposting dari tetangga, selendangwarna.blogspot.com

Sabtu, 24 Juli 2010

Nyanyian Sepanjang Hari #2

06.00 Meja Kerja
Pinokio Instrumental played following Winter Games melody


07.00 Meja Kerja
...cinta satu malam, oh indahnya...


07.30 Meja Kerja
... it came over me in a rush, when i realize that i love you so much...


09.00 Kantin Minerba
... semua terserah padamu, aku begini adanya...


10.00 Ruang Rapat Minerba lt.4
... the winner takes it all, the looser standing small...


12.00 Masjid di daerah Tebet Barat
... Tuhan aku ingin mencurahkan isi hatiku kepada-Mu...




13.59 Meja Kerja (wangi menthol dari Starmild)
... katakanlah, katakan sejujurnya, apa mungkin kita bersatu...


19.30 Meja Kerja
...but you were history with the slamming of the door, and I made myself so strong again somehow...


21.45 Meja Kerja (menghisap Surya Slims Red Label)
...andaikan mungkin ingin aku mengajak kau kembali...


23.55 Meja Kerja (mulai dungdeng,)
...meskipun jauh, ku kan selalu merindukannya...


00.55 Meja Kerja (mata mulai berat, angka-angka sialan terpampang di LCD)
...now the drugs don't work, they just make you worse, but i know i'll see your face again...


Paninggilan, 24 Juli 2010. 01.03

*Pinokio Instrumental, dari album Kahitna, Sampai Nanti (1998), track #5

*Winter Games melody, theme from Winter Olympics Canada 1988, ada di album The Best of David Foster (1992)

*penggalan lirik lagu "Cinta Satu Malam", dinyanyikan oleh Melinda

*penggalan lirik lagu "In A Rush", dinyanyikan oleh Blackstreet

*penggalan lirik lagu "Jangan Ada Dusta Diantara Kita", dinyanyikan oleh Dewi Yull & Broery Pesolima

*penggalan lirik lagu "The Winner Takes It All", dinyanyikan oleh ABBA

*penggalan lirik lagu "Terbalik", dinyanyikan oleh Delon Idol

*penggalan lirik lagu "Katakan Sejujurnya", dinyanyikan oleh Christine Panjaitan

*penggalan lirik lagu "It's All Coming Back To Me Now", dinyanyikan oleh Celine Dion

*penggalan lirik lagu "Mungkinkah", dinyanyikan oleh Kris Biantoro

*penggalan lirik lagu "Meskipun Jauh", dinyanyikan oleh Apel Band

*penggalan lirik lagu "The Drugs Don't Work", dinyanyikan oleh The Verve

Kamis, 22 Juli 2010

Nyanyian Sepanjang Hari

10.07 Meja Kerja

...dingin, dingin, hati ini tambah dingin entah mengapa...


12.00 Busway Blok M-Kota

...show me the meaning of being lonely, this is the feeling I need to walk with...


13.40 Toko Donat depan Wisma Hayam Wuruk

...mengapa ku selalu sendiri, akankah hidupku tiada berarti...




16.30 PPD Cililitan-Blok M

...Cause all of the stars, have faded away, just try not to worry, you'll see it someday...


21.29 Meja Kerja

...biarlah bulan bicara sendiri, biarlah bintang kan menjadi saksi...



Paninggilan, 22 Juli 2010. 22.24

- penggalan lirik lagu "Dingin", dinyanyikan oleh Hetty Koes Endang
- penggalan lirik lagu “Show Me The Meaning of Being Lonely”, dinyanyikan oleh Backstreet Boys
- penggalan lirik lagu “Langit Tak Mendengar”, dinyanyikan oleh Peterpan
- penggalan lirik lagu “Stop Crying Your Heart”, dinyanyikan oleh Oasis
- penggalan lirik lagu “Biarlan Bulan Bicara”, dinyanyikan oleh Broery Marantika

Perjalanan

Setelah mampir dan membaca kembali pesan-pesan yang berseliweran di milis indobackpacker@yahoogroups.com, saya kemudian mengembalikan ingatan saya pada beberapa perjalanan yang pernah saya lakukan. Bersama teman-teman, ataupun sendirian, termasuk ketika menembus belantara Jakarta berduaan dengan teman yang belum pernah ke Jakarta sekalipun.

Rasanya, saya masih akan bisa memenuhi target saya. Minimal, setahun sekali saya harus melakukan perjalanan. AKAP. Antar Kota Antar Provinsi, Antar Kota Antar Pulau., atau Antar Kota Antar Negara. Mengapa begitu? Saya yakin bahwa dengan perjalanan akan membuka pikiran kita dan menghantarkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Hal ini sangat diperlukan mengingat aktivitas padat setahun penuh.

Kadangkala, perjalanan saya perlukan seperti Ramadhan, untuk mengistirahatkan jiwa dan menenangkan pikiran serta membuka hati, bahwa dunia ini masih luas dan menunggu kita. Tuhan pun pasti tidak ingin bumi dan seisinya yang dia ciptakan ini disiakan begitu saja karena Tuhan tentu masih menginginkan hambanya ini menikmati perjalanan sambil mensyukuri tanda-tanda kebesaranNya.

Kalaupun ada tiket perjalanan menuju kesepian terindah maka saya akan membeli dan menghadapinya. Seperti sekarang ini.


Paninggilan, 29 Juni 2010. 16.55
diedit ulang 22 Juli 2010. 00.30

3 Hati 2 Dunia 1 Cinta: Elegi Hari Nanti

Seorang pemuda muslim. Seorang gadis katolik. Will they live happily ever after?

Intisari dari film ini kurang lebih seperti disebutkan diatas. Tetapi, kesan pertama saya terhadap film ini adalah: Henidar Amroe is Back! Stunning! Rupanya, ia membuktikan ucapannya pada suatu interview di acara Just Alvin! Henidar is on-screen, yeah!


Film garapan Mizan Production ini mengangkat tema yang universal dan masih membalas isu yang sama, perbedaan. Perbedaan keyakinan antar tokoh-tokoh utama dalam film ini menjadi tema sentral yang menjadi roh dalam film garapan Benni Setiawan ini. Diceritakan bagaimana Rosid (Reza Rahadian) yang terobsesi menjadi seorang sastrawan wannabe inspired by W.S Rendra berhubungan dekat dengan Delia (Laura Basuki), seorang mahasiswi dari keluarga berada. Keberadaan sastra sebagai bumbu lain di film ini juga cukup membangkitkan kenangan penonton terhadap syair-syair Rendra. Saya terkesan dengan potongan dialog antara Rosid dengan Martha (Ira Wibowo), Ibu dari Delia, “Mama pikir setelah Rendra nggak ada lagi yang mau jadi sastrawan...”.

Hubungan Rosid dan Delia pun semakin berjalan selayaknya kaum muda yang sedang bercinta. Mereka cenderung menjalani perbedaan dengan apa adanya dan saling menghargai satu sama lain. Akan tetapi, konflik baru timbul ketika kedekatan mereka mulai beralih menjadi sesuatu yang serius. Ada beberapa adegan yang menampilkan rapuhnya nilai-nilai dan sendi-sendi kehidupan masyarakat kita. Betapa kecurigaan dan prasangka terhadap sesuatu yang terlanjur melekat dalam keseharian kita menimbulkan gejolak dalam masyarakat.

Dalam satu adegan digambarkan bagaimana keributan yang terjadi hanya karena perkumpulan yang dibentuk Rosid dan teman-temannya. Kejadian itu pun akhirnya diselesaikan dengan jalan keributan, jalan yang selalu ditempuh beberapa warga masyarakat kita untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menampakkan bahwa kebenaran itu bukan sesuatu yang mutlak dan ada di masing-masing kepala. Sehingga, terjadilah benturan yang tidak diinginkan atas dasar prasangka dan kehendak umum-yang kadang-kadang menyesatkan. Bila dicermati lagi, scene itu terkesan mirip dengan beberapa kejadian yang pernah terjadi sebelumnya di Indonesia ini. Kekerasan telah jadi bagian hidup di Negara yang warganya dikenal ramah dan damai.

Konflik utama dari keseluruhan cerita adalah ketika keseriusan Rosid untuk menikah dengan Delia mendapat tentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan: keluarga. Sampai disini, penonton seakan disadarkan kembali bahwa pernikahan adalah bukan hanya sekedar ikatan dua anak manusia, tetapi lebih dari itu. Pernikahan pun melibatkan dimensi-dimensi lain dalam ruang kehidupan seseorang, keluarga itu jelas faktor utama selain lingkungan yang ikut menentukan. Maka, ketika dua dunia meminta dipersatukan timbullah berbagai persoalan. Mulai dari orang tua Delia, Frans (Robby Tumewu) dan Martha yang berniat menyekolahkan Delia ke Amerika dan orang tua Rosid dengan mencarikan jodoh yang sealiran dengan mereka.

Prahara pun kembali muncul ketika 3 hati yang terlanjur bermain dengan perasaan itu bertemu satu sama lain. Nabila (Arumi Bachsin) yang tampil anggun dibalik kerudungnya, rupanya berhasil memikat hari Rosid. Namun, ketika Delia menanyakan tentang kesungguhan Rosid, maka Rosid pun terperangkap pada kenangan masa lalunya bersama Delia. Kesungguhan mereka kembali diuji.

Akhir cerita, Delia dan Rosid akhirnya sepakat pada takdir. Mereka biarkan takdir membawa nasib mereka masing-masing. Delia dan Rosid sepakat pada kata-kata mereka dulu, “Kita liat aja nanti...”.


Catatan Akhir Seorang Kritikus Dadakan

Pada akhirnya, Rosid, Nabila, dan Delia menjalani takdirnya masing-masing. Tidak satupun dari mereka bersatu kembali dalam satu ikatan. Memang nasib takdir tidak menentu. Hal ini semakin menegaskan bahwa ketika anda berpikir bahwa anda bisa mengendalikan segalanya justru yang terjadi adalah kebalikannya: everything’s out of control.

Dalam diskusi seusai pemutaran film Romo Benny Susetyo dan satu pembicara yang saya lupa namanya, mempersoalkan tentang ending dari film yang konon diangkat dari Novel Best Seller dengan judul yang sama. Bagi kedua komentator, selain jalan cerita yang memang mencerminkan perilaku masyarakat kita ditengah himpitan dan benturan antara nilai-nilai modernitas dengan budaya serta tradisi, ending dari film tadi haruslah jelas dan berujung pada satu kesimpulan (conclusion) agar tidak menimbulkan berbagai macam pretensi. Akhir cerita yang demikian tersebut diharapkan mampu memberikan suatu gambaran atau solusi bagi penonton yang kebetulan mengalami kejadian yang sama.

Akan tetapi, saya yakin bahwa ending yang ditampilkan dalam film sudah merupakan suatu keindahan tersendiri. Dalam satu tulisan, saya pernah membaca bahwa karya sastra yang baik adalah karya yang memberikan kesempatan bagi pembaca untuk menentukan kesimpulan masing-masing. Rasanya tidak berlebihan bila ending dari film ini kemudian berakhir dengan memberikan wacana bagi penonton, sama halnya seperti ciri karya sastra yang baik diatas.

Mempersoalkan perbedaan kini bukan lagi hal yang tabu. Perbedaan itu lumrah karena pada dasarnya kita mengalami pengalaman demikian setiap harinya. Tinggal bagaimana menyikapi perbedaan sebagai keberagaman dalam masyarakat yang multikultur. Dibutuhkan lebih sekedar sekedar pengertian dan pemahaman terhadap konteks keberagaman. Kesenjangan yang menimbulkan gesekan antara nilai-nilai modernitas gaya barat dan nilai-nilai tradisional, seperti terdapat dalam novel Atheis, dapat diminimalisir dengan berbagai cara, diantaranya dialog antar budaya. Menyikapi perbedaan dalam heterogenitas masyarakat mutlak diperlukan untuk mengembalikan dan menegakkan kembali nilai-nilai humanisme universal yang terlanjur pudar dalam wajah masyarakat kita.


Paninggilan, 21 Juli 2010 23.56


*dengan ingatan pada Nonton Bareng & Diskusi Film, 3 Hati: dua dunia, satu cinta, 10 Juli 2010 di Pondok Indah Mall.

crossposting dari tetangga selendangwarna

Senin, 19 Juli 2010

Hujan dan Hal-hal yang (Belum) Selesai

Aninda,
Diluar masih hujan. Rintiknya masih bisa kudengar sangat jelas. Menghantam ruang sunyi disekitar dinding hati. Entah hatiku yang sebelah mana. Pekaknya pun semakin perih kurasa, menimbulkan prahara. Membangunkanku dari lamunan panjang.

Aninda, betapa kuingin mendendangkan lagu bisu sepanjang jalan sunyi. Nyanyian yang hanya bisa kau dengar lewat setiap detak jantungmu. Dalam hujan yang selebat ini kadang-kadang aku selalu membayangkan sesuatu. Aku melihat kau bersama anak-anak kita menyanyikan lagu hujan itu “tik tik tik... bunyi hujan di atas genting...”. Kalau sudah begitu, giliran aku yang merinding. Betapa lirik lagu masa kecil kita dahulu itu berubah jadi momen-momen mengerikan. Aku selalu terbayang matinya seseorang oleh penembak misterius yang entah darimana asalnya. Barangkali, aku hanya terbawa cerita dalam buku itu saja*.

Aninda. Betapa derasnya hujan siang ini mengingatkanku pada dirimu. Usai hujan yang selalu basah di pinggir kota itu. Senja belum merambat, hanya wanginya kadang tercium. Begitulah, menjelang senja terakhir di batas kota, aku cium keningmu sambil berkata selamat tinggal. Kau tidak mengelak sedikitpun. Air mata yang sempat meluncur pun tak kau hiraukan. Kau hanya menatapku dalam. Mungkin hatimu menyanyikan lagu Dian Pisesha itu, “malam ini tak ingin aku sendiri, kucari damai bersama bayanganmu...**”. Tentu kau harap aku juga menyanyikan lagu lain, “bila kau seorang diri, jangan engkau bersedih... bila kau seorang diri, kuingin menemani... kan kuceritakan tentang sekuntum mawar merah... kan kunyanyikan lagu tentang asmara...***”.

*****

Tahukah kau Aninda, bahwa aku pun sama adanya dengan dirimu. Diantara lembaran-lembaran terbuka dan Horison yang menggelepar di atas kasur lipat itu, aku semakin kesulitan menuliskan cerita untukmu. Padahal, aku punya banyak cerita yang hanya kusimpan di kepalaku saja. Bukankah kau selalu ingin tahu konspirasi-konspirasi untuk menentang Hitler, lalu tentang kenapa tiba-tiba Petruk jadi Guru? Belum lagi bedanya Orang dan Bambu Jepang dengan heterogenitas masyarakat kita dan kenapa laki-laki lain dalam secarik surat selalu membuatku resah hingga berujung pada gelisah terindah.

Aku tahu semua tapi aku belum tahu kapan harus menuntaskannya. Hingga kau bisa beristirahat dengan tenang setiap malam. Tanpa harus risau menunggu cerita-cerita yang kukirimkan lewat angin malam. Aku hanya tidak ingin kau hanya mengendus bau rokokku saja setiap malam tanpa ada cerita untuk dibaca menjelang tidurmu. Hujan mulai mereda. Senja belum akan tiba. Aku masih disini, mencoba mengikat makna. Diantara melodi-melodi harmoni Diego Modena dan Jean-Phillipe Audin hingga nyanyian sunyi Olivia Ong. Masih teringat pada butir embun yang mampir di kacamatamu, aku menulis:

Antara hujan, basah, dan gelisah
Mana yang kau restui
Merangkai untaian paling indah
Menghujam sepi, meretas sunyi



Paninggilan, 19 Juli 2010. 15.15


*”Penembak Misterius”, Kumpulan Cerpen Seno Gumira Ajidarma

** dari lagu “Tak Ingin Sendiri”, dinyanyikan oleh Dian Pisesha

*** dari lagu “Bila Kau Seorang Diri”, dinyanyikan oleh Nur Afni Octavia


Dengan ingatan pada hal-hal yang belum selesai:

Ajip Rosidi, Orang dan Bambu Jepang, Pustaka Jaya, 2003

Darma Aji, Menantang Diktator, Penerbit Buku Kompas, 2006

Sindhunata, Petruk Jadi Guru, Penerbit Buku Kompas, 2006

Budi Darma, Laki-laki Lain dalam Secarik Surat, Bentang Pustaka, 2008

Majalah Horison, Juni-Juli 2010


Sabtu, 17 Juli 2010

Setelah Malam Ini

Setelah malam ini
Ratu Sofia masih harus berpikir
Akankah Catalan dimerdekakan
Seperti Habibie melepas Timor Timur

Setelah malam ini
Hanya tinggal sisa cerita
Tentang keinginan-keinginan tanpa batas
Menuju horison terasing*


Setelah malam ini
Masih ada rasa mengusik
Tentang nama yang tersirat
Laki-laki lain dalam secarik surat**

Setelah malam ini
Angin berdebar menyebar impresi
Dan malam kian mendendangkan sunyi
Aku (masih) sendiri



Paninggilan, 12 Juli 2010. 03.59


ditulis usai Spanyol mengalahkan Belanda, 1-0 di Final Piala Dunia 2010

* Horison Terasing, satu judul pameran yang pernah diselenggarakan di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung
** Laki-laki Lain dalam Secarik Surat, Kumpulan Cerpen Budi Darma, Bentang Pustaka, 2008


NB: judul diatas sama dengan judul lagu Kahitna, Setelah Malam Ini, album Permaisuri (2000)

Jumat, 16 Juli 2010

Jemputan Pak Tata (Cinta Monyet #5)

Kalau saja Pak Tata tidak menarik jemputan sambil pulang-pergi mengajar mungkin tidak akan ada cerita. Cerita tentang R, perempuan lain yang selalu ada di Hijet abu-abu itu. Pak Tata, guru Fisika, yang nanti akan segera menjelma jadi tokoh dengan gelar Pak Dollar rupanya cukup tahu siapa saja orang yang bisa ikut mobilnya. Tentu saja, anak-anak kolega dan tetangga. Ketika itu pula saya menyadari bahwa R tinggal tidak jauh dari rumah saya.

Singkat cerita, kadang-kadang sambil menunggu angkot, jemputan sialan itu lewat. Kadang juga, beberapa anak laki-laki manja yang ikut jemputan itu meneriaki kami. Tentu saja kami balas ulah mereka sambil memberi salam pada perempuan-perempuan di dalam lewat lambaian tangan. Suatu tindakan bodoh yang nantinya akan saya sesali. Terlalu bodoh rasanya kalau hanya untuk menunggu kesempatan setiap jemputan lewat dan memberi salam.


Bajai pasti berlalu, begitupun jemputan Pak Tata. Rasanya tidak pernah ada kesempatan untuk sekedar ngobrol sepulang sekolah dengan anak-anak jemputan. Tanpa terasa saya semakin penasaran dengan R dan selalu mencoba untuk mengaguminya. Akibat tindakan bodoh itu pula saya terperangkap dalam suatu keadaan yang tidak pernah saya sadari.

Suatu siang, sebelum dentang bel sekolah, N memanggil saya yang kebetulan lewat samping mobil Pak Tata sehabis dari kantin. “Anggi, kamu sukanya sama P atau G?”, kurang lebih begitulah pertanyaan dari N. FYI, P bukan anak jemputan Pak Tata tetapi G yang justru ikut jemputan dan mereka berdua sekelas. Perlu pembaca ketahui juga bahwa saat itu mereka berdua naksir saya pada saat yang bersamaan.

Di balik jemputan Pak Tata, saya hanya menjawab sambil berlalu dan tersenyum tanpa jawaban meninggalkan N dan P. Terus terang, saya kaget karena mengapa harus P dan G bukannya R. Sorenya, N masih bertanya pertanyaan yang sama. Kalau waktu itu saya tahu G akan berubah seperti saat ini tentu saya akan jawab G. Tetapi, tidak ada yang tahu perubahan itu kapan terjadi. Saya masih berlalu dan menganggap itu pertanyaan tidak penting.

Padahal, kenyataannya saya malah menutupi perasaan saya yang masih dongkol. Saya mengingkari kenyataan bahwa ada dua orang perempuan menaksir saya pada saat yang bersamaan. Saya tidak punya jawaban untuk mereka berdua. Lagipula, ini bukan pilihan ganda, yang bisa saja R jadi pilihan ketiga atau keempat.



Paninggilan, 16 Juli 2010. 01.57