Selasa, 21 Juni 2011

Lady Antebellum: a short story



Lady Antebellum is a country music group formed in Nashville, Tennessee in 2006. The trio is composed of Charles Kelley (lead and background vocals), Dave Haywood (background vocals, guitar, piano, mandolin) and Hillary Scott (lead and background vocals). The group made its debut in 2007 as guest vocalists on Jim Brickman's single "Never Alone", before signing to Capitol Records Nashville and releasing "Love Don't Live Here".

The song, which nearly reached the top due to its breakthrough performance by the group peaked at #3 on the Hot Country Songs chart in May 2008, served as the first single to the group's self-titled debut album. Certified platinum in the U.S., the album also includes the singles "Lookin' for a Good Time" and "I Run to You", the latter of which became the group's first Number One in July 2009.

"Need You Now," was released in mid-2009 and was the first single off the band's new album released in January 2010; it was also the group's second number one single. "American Honey", the second single from Need You Now, was released in January 2010, and became their 4th top 10 single, as well as their third #1 single. "Our Kind of Love", the album's third single, was released in May 2010, and became their fourth consecutive Number One on the Hot Country Songs chart.

Lady Antebellum has been awarded Top New Duo or Group in 2009 by the Academy of Country Music and New Artist of the Year in 2008 by the Country Music Association. They were nominated for two Grammy Awards at the 2009 51st Grammy Awards; and two more at the 2010 52nd Grammy Awards.Of these nominations, they took home the award for Best Country Performance by Duo or Group with Vocals for "I Run to You". More recently on April 18, 2010, the group was awarded Top Vocal Group, Song of the Year ("Need You Now"), and Single of the Year ("Need You Now") at the 45th ACM Awards.


Source: click here

The Lies We Live In (2)

Will you remember me the way i remember you...*

"Ada bagian masa lalumu yang belum selesai..."
"Bagian mana?"
"Tanya dirimu, hatimu lebih tahu..."
"Apa perlunya? Apa itu masalah untukmu?"
"Kadang-kadang itu jadi masalah buatku. Lagipula kamu tak peduli."
"Kamu cemburu...?"
"............"

Percakapan terakhir pada suatu senja penghabisan itu membuatku teringat lagi padanya. Aku masih mengingkari kenyataan bahwa memang ada bagian masa laluku yang belum selesai. Bagai noktah kecil dalam tirai hati. Aku tidak mau mengakui kalau aku masih belum bisa melepasakan semua ingatan tentang perempuan yang menangis ketika kutinggalkan sore itu. Dan kini, perempuan lain hadir dalam hidupku hanya untuk sekedar mengingatkan perihal masa lalu itu.

Aku yakin ia tidak sedang merasa seperti Inez yang batal menikah dengan Francis Lim, hanya gara-gara Francis masih punya masa lalu yang belum selesai dengan Retno.** Ah, sudahlah. Hidup ini tidak seperti novel walau kadang diperlukan waktu yang panjang untuk menyudahinya dan kejutan-kejutan hebat sebagai bumbu cerita.

"Kadang tidak perlu benar-benar jahat untuk jadi penjahat..."
"Kata siapa? Apa itu sindiran buatku?"
"Ya, jika kau merasa..."
"Lantas?"
"Tidak perlu memaksa melupakan bila memang tak sanggup"
"Kamu cemburu?"
"........."

Lagi-lagi hanya diam. Perempuan yang ada dihadapanku itu membuang mukanya. Tidak lagi menghiraukan aku yang dengan gantengnya melirik wanita di meja sebelah.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Lagu itu. Lelah, lelah hati ini... Menggapai hatimu tak juga menyatu...*** Beberapa hari terakhir ini sepertinya tidak ada lagu lain buat dirinya. Entah, aku tidak peduli mengapa sebabnya yang jelas kini matanya tidak mau lagi menatapku.

Aku rasa berkomitmen itu mudah dan bukan sesuatu yang 'sakral'. Dalam komitmen yang dibutuhkan hanya kesungguhan untuk menjalani hidup bersama tanpa harus melupakan diri masing-masing. Toh, kita masih bisa tetap jadi diri sendiri. Tetapi, apakah meninggalkan segala ingatan tentang masa lalu adalah bagian dari komitmen itu juga?

Semua orang punya rahasia masing-masing. Aku dan dia sama saja. Kita sama-sama pernah punya lubang di hati. Aku rasa kita berdua telah sama dewasa. Bicara dengan logika walau perempuan itu cenderung melibatkan emosinya.

"Sudah berapa lama kamu berhenti menemuinya?"
"Sejak aku mengenalmu"
"Gombal"

Aku memang pernah menginginkannya. Aku memang selalu rindu padanya. Pada tatap hangat dan senyuman yang merekah indah setiap pagi. Pada semua momen bersama yang terlalu indah dilepaskan. Sampai akhirnya, aku pula yang menghentikan perasaan itu. Aku memang meninggalkan luka padanya, itu memang salahku. Lagipula, aku tidak akan memaafkan diriku bila aku sampai hati memainkan perasaannya. Aku sedang tidak ingin serius apalagi sampai harus memegang komitmen. Untuk apa? Dengan diriku saja aku masih belum bisa berkomitmen apalagi dengan dia. Sudahlah, aku pergi.

"Kamu masih ingat perjumpaan kita?"
"Masih, bagaimana bisa aku lupa?"
"Apakah itu suatu penyangkalan?"
"Tentu tidak. Kamu tentu tahu betapa hebatnya ingatanku."
"Apa itu sebabnya kamu masih belum bisa lepas darinya?"
"Apakah kamu minta penjelasan?"
"Things happens for a reason..."
"Not everything in common..."
"Ah, tentu kamu masih ada rasa..."
"Itu untukmu..."
"Is that a compliment?"
"Akuilah, kamu cemburu?"

Perempuan itu terdiam lagi. Senyum tipisnya merekah seakan penuh kemenangan. Perlahan ia hirup aroma kopi Aceh pesanannya. Betapa sederhananya menemukan kebahagiaan dalam hidup ini walau hanya dalam aroma kopi.

"Kadang terlintas untuk cemburu, tapi buat apa? Toh aku tahu kamu tidak akan kembali pada masa lalumu."
"Mengapa kamu begitu yakin? Aku bisa saja melakukannya."
"Aku percaya kamu takkan bisa melakukannya"
"Mengapa tidak?"
"Aku ini bukan apa-apa sehingga seandainya kehilangan dirimu pun aku rela, tak ada yang abadi walau memang kadang terlalu sulit menerima kenyataan..."

Kalimat terakhirnya cukup membuatku merasa bersalah. Aku tidak pernah meragukan dirinya. Sudah terlalu banyak 'pertengkaran' semacam ini. Suatu proses atas nama pendewasaan. Kami pun cukup sadar untuk melewati gerimis berkerikil tajam ini. Bukan suatu alasan untuk menyerah dan berpisah.

Dalam keremangan senja gerimis benar-benar menutup hari. Lampu temaram jalanan mulai menghiasi sudut kota. Para pekerja kantoran mulai berhamburan, sebagian menutupi kepala sebisa mereka. Pertanda episode kehidupan dimulai kembali.

"Memang sulit untuk menutup masa lalu, apalagi tentang dia.."
"Maksud kamu?"
"Selesai tidak selesai itu hanya dipikiranmu saja. Aku tidak tahu apa-apa."
"Apakah itu mengubah sesuatu?"
"Mungkin saja!"
"Apa itu?"
"Mungkin tidak ada bedanya. You do well and i'll live mine."

Ingatanku kembali pada Inez, yang mungkin punya sejuta tanya tentang mengapa Francis meninggalkannya hanya demi sebuah masa lalu yang tertinggal dan belum selesai. Bukanlah masa lalu itu adalah akhir dan kita hanya diperbolehkan untuk menengok sebentar. Bukan lantas tinggal kembali dan menjalaninya sementara melupakan hari ini.

Aku tersadar ketika perempuan itu memelukku erat dalam guyuran gerimis. Aroma perpisahan mulai mewangi. Aku harap bukan, mungkin itu sisa parfumnya. Perempuan itu bergegas mengejar taksi. Dalam hitungan detik, perempuan itu menuju belantara kemacetan. Macet di Jakarta adalah bagai dosa yang takkan berakhir. Kulangkahkan kaki, sambil bergumam dalam hati: i'm all alone, and life is very long.

Ponselku berbunyi. Yup. Malam ini aku ada kencan dengan Cinta. Yeah!


Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 13 Juni 2011.


* dari lirik lagu "Remember My Sweet Moments", soundtrack iklan Tropicana Slim
** baca novel"Travelers Tale", Adhitya Mulya dkk, Gagasmedia, 2007
*** dari lirik lagu "Lelah" dinyanyikan oleh Rafika Duri

Le Memoir du Soir (4)

Lamun enya cintana, lamun enya hayangna... Moal rek aya nu bisa misahkeunana....*

Once we're happy, the next we're crying. Kadang-kadang perasaan itu bisa berubah seketika. Itu benar terjadi. Seperti yang kubilang tadi. Sekali ini kita begitu mesra, bicara tentang pengharapan masa depan dan segala yang membuatnya kian indah. Sedetik kemudian semua itu bisa sirna begitu saja. Tanpa sisa. Meninggalkan aroma tak sedap dari senyum masing-masing.

Diantara riuh rendah demonstran di sekitar Ring 1 pengamanan objek vital kepresidenan hanya diam yang keluar dari bibirnya. Tentunya sambil membelakangiku. Seperti tak sudi. Mungkin aku telah menjelma jadi setan berhala baginya.

Pernah sekali waktu kita begitu dekat. Begitu dekat. Hanya tinggal sebatas benang merah kainnya. Begitu rasa itu terus ada. Maka, bila sekarang begini keadaannya tentulah sangat tidak mengejutkan. Buatku, tentu saja. Buatnya, mungkin ya, biasa saja. Toh, memang tidak pernah ada apa-apa diantara kita. Entah siapa yang merasa kalau jadinya seperti ini.

Bukannya mau sombong tapi kalau cuma hal yang beginian aku tentu sudah lebih jago dari dia. Aku selalu menghitung semua kemungkinan. Aku juga selalu membaca tanda-tanda yang selalu takdir bawa. Dan aku selalu siap bila memang terjadi sesuatu karena pertanda itu memang sudah ada. Seperti kelakuannya sekarang, aku sudah menduga begini jadinya.

Till we say our next hello, it's not goodbye...
**

Aku selalu ingat bagian lagu itu. Berapa hari kemarin dia selalu nyanyikan lagu itu. Aku tidak berharap hal itu benar-benar kejadian. Tapi aku tahu sesuatu. Dia terlalu lemah untuk meyakinkan dirinya sendiri. Aku yakin, cepat atau lambat dia akan segera memilih dan buat keputusan.

Aku tidak akan meminta maaf atau menyapanya duluan. Toh, aku tidak membuat kesalahan padanya. Kalau ada kesalahan tentu hanya dia saja yang merasa. Biar saja dia yang merasa dan puas bermain-main dengan perasaannya. Aku masih begini dan akan tetap begini. Walau kadang dia anggap aku ini hanya mercusuar, yang selalu memandunya bila kehilangan arah. Terserah dia, aku tidak peduli.

Dalam semburat matahari ibukota di sore yang cerah, aku dengar lagu dari radio: those were such happy times and not so long ago, how i wondered where they'd gone...***



Thamrin-Sudirman, 21 Juni 2011.


* dari lirik lagu "Bogoh Kasaha" dinyanyikan oleh Rya Fitria
** potongan lirik lagu "It's Not Goodbye" dari Laura Pausini
*** potongan lirik lagu "Yesterday Once More" dari The Carpenters


note: dibuat sambil mendengarkan lagu Letto - Lubang Di Hati, Java Jive-Menikah, Bruno Mars-Just The Way You Are, Savage Garden - To The Moon and Back, dan Yovie and Nuno - Maukah Denganku