Jumat, 24 Februari 2012

Books That Have Shaped Your Life

Terinspirasi dari tulisan Rene Suhardono dalam pojok rubrik di sebuah harian nasional, ada beberapa buku yang secara tidak langsung ikut berpengaruh dan berkontribusi terhadap pembentukan kehidupan yang sekarang sedang saya jalani. Utamanya, dalam hal karir dan pekerjaan. Ada beberapa koleksi buku yang memang masuk dalam kriteria tersebut. Sebut saja, Komunikasi Organisasi misalnya. Buku wajib zaman kuliah di kampus Jatinangor tercinta, hanya untuk memahami bagaimana model dan implementasi komunikasi di lingkungan organisasi. Ada juga aneka buku manajemen ringkas yang membahas bagaimana memanage suatu pekerjaan di lingkungan lembaga/perusahaan. Misalkan, “Change!” karya Rhenald Kasali, Jack Welch on Management, What the Best CEOs Knows, Serial Buku Manajemen MarkPlus, dkk.
Buku lama berjudul “Manajemen Perusahaan” yang sudah lama sekali saya tidak sentuh lagi adalah buku pertama yang saya coba adopsi ke dalam manajemen diri, terutama dalam hal “leadership” atau kepemimpinan. Sampai kemudian saya menemukan buku lainnya, seperti “Setengah Isi, Setengah Kosong” dan “Kerja Oke, Hasil Santai”. Kedua buku itu, sejauh penilaian saya sampai saat ini cukup memberikan sudut pandang dalam membentuk perilaku kerja dalam karir pribadi.

Setengah Isi, Setengah Kosong

Terlepas dari pemaknaan judul, buku ini berisi kumpulan cerita (saya lebih suka menyebutnya hikmah) dimana pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah yang dituturkan dalam buku. Ditulis oleh Parlindungan Marpaung, seorang psikolog yang telah berpengalaman dalam menangani berbagai macam kasus psikologi industri.

Buku ini dibaca pertama kali sekitar medio 2005, waktu masih berstatus mahasiswa sehingga dengan wawasan kemahasiswaan yang masih terbatas saya hanya mampu mempelajari beberapa hal yang dibutuhkan dalam hubungan inter-relasi di pekerjaan. Pun ketika sempat bergabung dalam organisasi kecil (maksudnya tidak punya banyak staf) ada beberapa pengalaman dalam buku itu yang saya alami. Barulah ketika saya bergabung dengan sebuah company yang melibatkan banyak kepala untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan meraih tujuan bersama, hampir semua hikmah dalam buku itu saya alami.
Saya rasakan sendiri manfaat dari buku itu. Saya mempunyai langkah-langkah preventif guna mengantisipasi hambatan dan menyiapkan langkah panjang karir yang saya rintis perlahan.

Kerja Santai, Hasil Oke
Kerja Santai, Hasil Oke versi bahasa Inggris
Berawal dari hadiah suatu kuis di radio, saya memilih buku ini. Karena memang tidak ada pilihan lain. Lagipula, judulnya tidak terlalu mengecewakan. Kerja Santai, Hasil Oke. Sepintas terdengar seperti kicauan para dedengkot multi-level marketing dan cukup mendemotivasi pekerja yang masih merangkak dalam karirnya.
Buku ini saya dapat sekitar medio 2007 (lagi-lagi masih berstatus sebagai mahasiswa). Dengan bekal pengalaman seadanya di organisasi kecil diatas, saya mulai membandingkan antara isi buku dengan realita pengalaman yang telah saya alami. Hasilnya, tidak terlalu mengecewakan.
Ditulis oleh Corinne Maier, seorang ekonom di PLN-nya Perancis, buku ini berhasil mengungkap mengapa pekerjaan berubah menjadi suatu hal yang membosankan dan tidak ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan pribadi. Tentu, ini sangat bertentangan dengan buku-buku motivasi khas Amerika yang menekankan pada motivas untuk produktivitas. Sehingga, dianggap sebagai buku provokatif yang cukup menuai kontroversi.
Lebih jauh, diluar semua kontroversi, buku ini tetap mampu dijadikan acuan pengembangan diri karena menggambarkan realita yang sesungguhnya. Realita yang tak mampu diungkapkan secara gamblang oleh kaum pekerja yang selalu dituntut alasan produktivitas. Dengan begitu, kita dibuat mampu melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda tanpa kehilangan esensi.
Quote yang selalu saya ingat dari buku ini adalah: “Anda Hanyalah Pion Kecil.” Jadi, bila anda adalah pendatang baru dalam dunia kerja, mohon berhati-hati. Tanpa keluasan hati, anda hanya akan menerima pesan yang tidak hanya dekonstruktif untuk karir tetapi juga efek demotivasi yang yang perlahan menggerogoti jiwa dan semangat anda. Be positive.


Paninggilan-Medan Merdeka Barat, 5 Februari 2012.

Minggu, 05 Februari 2012

Tentang Aku, Kamu, dan Rasa dalam Empat Musim Cinta

Judul: Empat Musim Cinta: tentang aku, kamu, dan rasa
Penulis: Adhitya Mulya and friends
Penerbit: GagasMedia
Tahun: 2010
Tebal: vi + 174 hal.
Genre: Kumpulan Cerpen
Delivery date: December 2010


Ada yang selalu dinanti dari setiap karya penulis. Apalagi kalau penulis itu sudah pernah berhasil membangun reputasi dengan meraih predikat “Best Seller”. Entah itu kekhasan rasa dalam setiap tulisan yang dihasilkan atau hanya sekedar perasaan kangen untuk membaca karya selanjutnya. Semenjak saya mulai follow Adhitya Mulya di twitter (@adhityamulya) saya mendapat banyak informasi yang lebih bersifat personal. Sehingga, saya bisa tahu juga bahwa penulis ini menjual sendiri karyanya. Bedanya dengan di toko buku, setiap pembeli akan mendapat tanda tangan asli dari penulisnya. Sebuah kebanggan yang tak terhingga bagi seorang penggemar. Mungkin 100 tahun lagi buku bertandatangan asli ini akan jadi barang langka, antik, unik dan mahal harganya.

Saya tertarik membaca buku ini karena judulnya. Empat musim cinta. Selama ini kita hanya mengenal empat musim cuaca. Bukan cinta. Namun, saya kira cuaca pun masih ada hubungan dengan cinta. Cuaca layaknya cinta adalah sesuatu yang bisa diprediksi sebelumnya tetapi membutuhkan pengalaman tersendiri untuk merasakan keadaan yang sebenarnya. Itu menurut tafsir saya karena selama ini saya pun belum tahu alasan dibalik pemilihan judul buku ini.
Sayangnya, saya belum mampu menuliskan sepatah dua patah kata untuk sekedar menerjemahkan isi buku ini menurut tafsir saya. Saya dilanda ketakutan luar biasa apabila ternyata salah dalam mendefinisikan makna Empat Musim Cinta. Ketakutan yang semakin saya sadari semakin tidak beralasan.

Ya tabe kahayu. Aishiteru. Ti amo. Wo ai ni. Mi aime jou. Volim te. Ik hou van jou. Ek hef jou lief. Mi amas vin je. Ich liebe dich. Te dua ai.  Begitulah cinta menyebut namanya dalam berbagai bahasa.

Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan buku ini, apalagi buku ini termasuk makanan ringan bagi penikmat sastra cerpen. Cerpen dengan rasa dan bumbu cinta didalamnya. Fenomena cinta yang disajikan para penulis ditafsirkan dalam makna yang lebih general. Tidak sebatas percintaan dan kasih sayang dua manusia semata. Cinta bisa dimaknai secara luas karena pada hakikatnya cinta ada dalam setiap jejak langkah manusia.
Aura cinta sudah terasa sebelum membaca dan merasakan cerita cinta dari setiap cerpenis. Cinta menemukan jalannya sendiri. Cinta memiliki bahasanya sendiri.  Bagai empat musim yang selalu berganti begitu pula cinta. Cinta memiliki musimnya sendiri. Ia bisa hadir setiap hari dalam setiap jiwa yang merindukannya. Pengalaman cinta yang berbeda dari masing-masing penulis membuat kumpulan tulisan ini terasa lebih hidup dan semarak. Perasaan kehilangan dan bahagia menyublim dalam rasa.



Pharmindo, 31 Desember 2011.

9 dari Nadira




Bagaimanakah hubungan antara masa lalu dengan masa kini yang menghadirkan gejolak dalam diri seseorang?

Catatan Seorang Kritikus Dadakan

Agak sedikit mengusik ketika membaca 'perdebatan' antara yang mengelompokkan buku ini kedalam kumpulan cerpen dan yang satunya lagi kedalam novel. Perdebatan memang tidak dapat dihindarkan dalam penafsiran buku ini mengingat keunikannya. Memang lumayan mengejutkan ketika mendapatkan kembali sebuah cerpen yang pernah tampil sendiri sebagai sebuah cerpen lalu kemudian menjadi bagian dalam buku ini. Dari situlah saya sedikit memahami isu-isu yang menjadi bahan 'perdebatan' terutama mengenai batasan-batasan antara novel dan kumpulan cerpen.

Apabila 9 Dari Nadira ini dikelompokkan ke dalam genre bacaan sebagai kumpulan cerpen maka tak ada salahnya. Karena, dari bentuknya kesemua cerita disajikan seperti tulisan cerpen pada umumnya. Sedangkan, bila pembaca ingin menganggap buku ini sebagai novel maka hal itu sah-sah saja. Jalinan cerita memang menyajikan suatu sekuensial yang mengikat keseluruhan fragmen cerita.

Bagi saya pribadi, agaknya karya dari Leila S. Chudori ini menjadi semacam refleksi atas kehidupan pribadi penulisnya. Potret kehidupan seorang jurnalis berhasil digambarkan sedemikian rupa lengkap dengan berbagai konflik dan pertentangan antar tokoh. Entah itu terjadi pada Nadira  dengan orang lain maupun dirinya sendiri. Sehingga tidak berlebihan bila berbagai macam situasi yang mungkin pernah dialami dan dirasakan sendiri oleh penulisnya mampu menghasilkan fragmen-fragmen yang kemudian berpadu menjadi satu kumpulan karya yang mengagumkan dan eksepsional.

Judul: 9 Dari Nadira
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun: 2009
Tebal: xi + 270 hal.
Genre: Kumpulan Cerita

 
Pharmindo-Teluk Buyung-Medan Merdeka Barat, September 2011-Januari 2012.