Kamis, 05 Juli 2012

Konser

Judul       : Konser
Penulis    : Meiliana K. Tansri
Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama
Tahun     : 2009
Tebal      :296 hal.
Genre     : Novel Dewasa

Jika kau percaya, cinta akan datang padamu bila saatnya tiba
.

Kirana, pemain biola andalan Simfoni Bintang dengan predikat "rising star". Seorang gadis yang baru saja beranjak dari masa remajanya. Masa-masa yang seharusnya penuh suka cita andai saja ayahnya masih bersamanya. Kehilangan ayah tercinta adalah suatu pukulan telak bagi keluarganya. Kehidupan mereka tidak akan pernah lagi sama. Kenyataan hidup telah mengajarinya banyak hal. Kirana "dipaksa" menjadi dewasa sebelum waktunya.

Kirana dan Fajar adalah sesama rekan kerja di Simfoni Bintang yang dipimpin oleh Adji. Keduanya terlibat dalam jalinan rasa yang mengikat pada hati masing-masing. Perlahan, Kirana telah jatuh cinta pada Fajar, sang pianis andalan Simfoni Bintang. Fajar sendiri telah menikah dengan Elise. Pernikahan yang berlangsung dalam kepura-puraan belaka. Fajar tidak pernah mencintai istrinya sekalipun Elise sangat mencintainya. Pernikahan yang dilangsungkan hanya untuk memenuhi ambisi ego pribadinya belaka. Demi sebuah konser tunggal yang kelak akan disponsori oleh Sudarto, ayah Elise.

Petaka itu dimulai ketika Kirana dan Fajar mulai terlibat dalam hubungan yang lebih intens. Tidak hanya sekedar rekan kerja belaka. Seringkali, bayangan tentang Kirana menyeruak dibenaknya. Fajar pun seakan tidak kuasa. Rasa simpati Fajar terhadap segala kejadian pahit yang menimpa Kirana berubah menjadi benih-benih cinta diantara semak belukar hatinya. Fajar menyadari bahwa ia mencintai Kirana namun belum sepenuhnya bisa terlepas dari jerat pernikahannya dengan Elise. Kirana pun demikian. Rasa cintanya yang kian membuncah itu harus berhadapan dengan jurang pemisah bernama pernikahan. Kirana tidak sanggup membayangkan bahwa dirinya akan terjebak diantara Fajar dan Elise.

Elise, belakangan mulai curiga dengan perubahan yang terjadi pada Fajar. Fajar terlihat sering muram dan mulai susah tidur. Elise menangkap sesuatu pada benak Fajar. Sesuatu yang melebihi insting nalar perempuannya untuk mengendus sesuatu dibalik sikap Fajar yang semakin dingin. Elise mulai berhadapan dengan berbagai asumsi dan prasangka. Elise kemudian mencoba untuk membuktikan semuanya. Tidak perlu waktu lama untuk menyadari yang terjadi pada Kirana dan Fajar. Elise telah mendapatkan jawaban atas segala kekhawatiran yang selalu melandanya.

Tensi konflik-konflik dalam cerita semakin meningkat ketika Lydia, sosok Ibu yang begitu dicintai Kirana jatuh sakit dan harus dirawat. Kirana berusaha untuk tetap tegar menghadapi vonis kanker yang diderita Ibunya. Disinilah Kirana mengalami berbagai ujian. Kirana sudah berhasil menjaga jarak dengan Fajar setelah Elise melabraknya dan menggores Stradivarius kesayangannya. Kirana menganggap dirinya telah cukup dewasa untuk menghadapi semua itu. Namun, ukuran kedewasaan tidak hanya diukur dari sejauh mana Kirana mampu menghadapi semua belenggu dihadapannya. Ada banyak hal lain yang masih membutuhkan jam terbang pengalaman. Dalam perjuangannya itu, Kirana mulai menerima kenyataan untuk merelakan Ibunda tercinta ke pangkuan Tuhan.

Perkenalannya dengan Sastro, kolektor barang antik, telah menyelamatkan Kirana dari jeratan lain yang mengintainya. Kirana merasa sangat merasa berterima kasih dan berhutang budi padanya. Sesuatu yang harus dibayar mahal. Kirana menerima pinangan Sastro, seorang kaya raya seumuran ayahnya yang masih membujang. Suatu awal bagi babak baru kehidupan Kirana. Ia memutuskan berhenti bermain musik setelah menikah.

Memasuki akhir cerita, semua konflik yang dibangun sejak awal hingga pertengahan cerita menemukan benang merahnya masing-masing. Fragmen-fragmen dalam adegan Elise yang mengalami pendarahan sehingga menyebabkan kematiannya dan bayi yang dikandungnya, pesan terakhir Elise yang menagih janji ayahnya, fakta bahwa ayah Elise sebagai biang keladi dibalik hancurnya bisnis keluarga Kirana, hingga kehamilan Kirana yang menimbulkan konflik baru dalam pernikahannya dengan Sastro.

Kehilangan Elise membuat Fajar semakin menyadari bahwa dirinya memang telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Fajar telah menyia-nyiakan cinta dan segenap pengorbanan Elise. Konser terakhir yang digelar pun bertajuk “Fur Elise” sama dengan judul sebuah nomor klasik. Fajar tampil sepenuh hati dalam konsernya itu demi membahagiakan Elise yang telah menantinya di alam lain. Konser itu pula yang akhirnya membawa penyelesaian bagi tautan perasaan Fajar dan Kirana. Sedang, Sastro mulai bisa menerima kenyataan pada konflik yang mereka alami dalam pernikahanya bersama Kirana.

Catatan Seorang Kolumnis Dadakan

Awalnya, saya merasa bakal mendapat gambaran yang jelas tentang bagaimana sebuah konser atau resital piano berlangsung. Saya semakin yakin karena sampul depan buku ini memang menampilkan alat musik yang menjadikan Beethoven sebagai masetro, piano. Selama ini, yang ada dibenak saya tentang resital piano adalah konser Francis Lim di Amerika sana, yang saya baca dalam buku Traveler’s Tale.
Namun, keyakinan saya itu seketika berubah sebaliknya. Membaca sinopsis singkat di bagian belakang buku, rasanya ada sesuatu lain yang ditampilkan buku ini. Tidak melulu tentang musik. Sejenak, saya menangkap makna bahwa buku ini memberikan sesuatu yang lain. Masih tentang cinta dan konflik-konflik seputarnya, dan itu melibatkan orang ketiga.

Isu tentang perselingkuhan sudah ada lama sekali sejak pertama kali Tuhan menciptakan cinta dalam jalinan pernikahan. Perselingkuhan selalu menjadi isu  yang menarik untuk diikuti. Selalu menarik untuk mengikuti cerita cinta yang tidak hanya milik dua orang anak manusia. Isu yang tidak akan pernah membuat bosan karena banyak variasi yang bisa dilakukan untuk tetap mencintai seseorang, sekalipun itu terlarang.

Konser lebih banyak bercita tentang konflik-konflik seputar pergulatan tokoh-tokohnya dengan kehidupan mereka masing-masing. Kirana, dengan segenap problematikanya yang mengharuskannya lebih dewasa dari orang dewasa. Fajar, yang harus mengakui sifat pengecut yang bersemayam dalam dirinya karena pernikahannya dengan Elise tidak pernah ditautkan oleh cinta sehingga mulai jatuh cinta pada sosok Kirana. Cerita yang berputar diantara tokoh-tokoh tersebut tidak lantas membuat buku ini kehilangan dimensi-dimensi lainnya. Latar cerita semakin menambahkan kesan yang kuat dalam membentuk imajinasi pembaca terhadap situasi-situasi yang dialami tokoh-tokoh cerita. Walaupun akhir cerita terkesan sedikit filmis dengan terkuaknya semua “rahasia”, semua itu tidak mengurangi kekuatan cerita yang berangkat dari ide yang sangat sederhana ini.

Yang patut dijadikan pelajaran dari buku ini adalah memaknai nilai-nilai keteguhan dan kesetiaan kaum perempuan. Keteguhan hati seorang perempuan ditampilkan dalam sosok Lydia dan Elise.  Lydia, dalam perjuangannya membesarkan ketiga buah hatinya. Pun, ketika berjuang melawan penyakit kanker yang menimpanya. Elise, walaupun tampak rapuh dibalik sikap manjanya ternyata sangat mencintai Fajar. Elise rela berkorban apa saja demi cintanya itu. Elise telah membuktikan bahwa cinta memang membutuhkan pengorbanan, sekalipun nyawa taruhannya. Elise meninggalkan dunianya dengan membawa cintanya. Cintanya masih menggema di sanubari sehingga membuat Fajar merasa sangat bersalah.

Sungguh tidak mudah bagi kaum istri untuk menerima kenyataan bahwa suami mereka berselingkuh. Namun, penolakan itu sama pahitnya dengan menyadari apa yang telah terjadi lalu mencoba berdamai dengan segala kecurigaan dan prasangka yang terlanjur mengisi relung hati. Sehingga, apapun pilihan atasnya menjadikan perempuan sebagai sosok yang lebih dari sanggup untuk mengatasi semua itu.

Melalui cerita ini, Meiliana berhasil membangun imaji tentang kekuatan seorang perempuan dalam menghadapi segenap prahara dan badai konflik dalam rumah tangga. Kekuatan yang berasal dari fitrah yang saling melengkapi peran kaum perempuan. Baik itu dalam konteks relasional dengan dunia sekitar mereka maupun dengan perasaan mereka sendiri. Perasaan dan intuisi yang seringkali jadi lawan abadi dalam menemukan pelangi di akhir badai.

Paninggilan, 22 April 2012.