Jumat, 12 Juli 2013

Kerinduan Yang Rapuh - Serial #CerpenSMA Eps.1

Pengantar

Sebagai pembuka, beberapa hari lalu saya sengaja menyempatkan diri dan meluangkan waktu untuk membuka kembali file-file tugas sekolah SMA. Menarik, karena saya menemukan sebuah kumpulan cerpen yang pernah saya buat waktu itu. Tidak terlalu banyak memang, namun saya rasa sudah waktunya cerpen-cerpen itu menemukan pembaca mereka yang sesungguhnya.

Serial #CerpenSMA ini akan dimulai sejak tulisan pertama ini terbit. Semua cerpen telah mengalami  proses editing yang terbatas pada kesalahan penempatan tanda baca dan tipografi. Tidak ada perubahan dalam alur dan pemilihan kata-kata. Saya serahkan pada pembaca untuk menilai tulisan saya. Bagi saya, kumpulan cerpen itu tadi adalah tonggak awal sejarah kepenulisan saya, jauh sebelum blog ini dibuat.

Saya berharap pembaca dapat menikmatinya. Khusus untuk ini, terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.

Paninggilan, 12 Juli 2013


KERINDUAN YANG RAPUH

Andhita tercinta,

Didalam surat ini aku tuliskan sebuah cerita saat aku telah jauh darimu. Suratku ini akan berisikan kerinduanku padamu. Andhita, apakah kamu akan ikhlas untuk menerima dan membacanya?.

Andhita, akan kuceritakan  betapa rindunya diriku saat kau tak disisiku menemaniku. Mengapa? Karena aku sangat mengharapkanmu untuk kembali bersama menikmati segala kenangan yang pernah kita lalui.


 
27 Juni 2001, tahukah Dhita, hari itu aku sungguh-sungguh kecewa, hari itu aku sadar bahwa kita tak akan pernah bertemu kembali. Aku tak bisa menerima kenyataan itu. Tetapi Andhita, kaupun tahu aku harus terus maju untuk meraih masa depanku. Tak hanya diriku saja tapi dirimu juga.
 
Aku juga masih ingat saat kau melihatku berjalan berdua dengan seseorang yang kini telah menjadi mantan kekasihku. Akupun mengerti perasaanmu Andhita, aku juga tahu kalau hatimu menyimpan sedikit luka karena kejadian itu. Apakah kamu tahu juga kalau selama ini aku pun terluka? Seseorang itulah yang sering membuatku terluka, terluka karena ia berusaha untuk menjauhkan dirimu dari hatiku. Andai waktu itu aku dapat menemanimu, maka tak akan ada lagi luka bagi kita berdua.
 
Namun kini Andhita, aku kehilangan perasaan itu. Aku kehilangan jejak cerita kita, saat kita masih bersama. Aku bahkan tak tahu kini dimana dirimu berada, entah di belahan dunia mana. Tetapi Andhita, aku takkan pernah kehilangan sesuatu dari dirimu yang sampai saat ini menjadi sesuatu yang berharga bagi diriku. Apakah kamu tahu Andhita? Senyummu. Senyummu itulah yang selalu menguatkanku dan mengabadikan dirimu di hatiku.
 
Andhita tersayang,
 
Didalam hatiku kaulah yang terindah kau telah menjadi sekuntum bunga yang mekar tiada hentinya didalam hatiku sampai kapanpun, karena kaulah bunga pertama yang kusimpan di dalam ladang cinta hatiku. Andhita, pernah kucoba untuk menepis bayanganmu yang selalu memaksaku 'tuk merindumu, namun ku tak pernah bisa. Belum lagi dalam kesendirianku ini, belum kutemukan bunga-bunga lain sebagai pendampingmu, aku belum bisa Andhita.
 
Andhita yang manis,
 
Aku ingin bertanya padamu, “ Masihkah kau menyimpan hadiah yang kuberikan?”, aku yakin kamu tentu masih menyimpannya. Andhita, untuk mendapatkan  sesuatu itu aku harus menempuh perjalanan yang tak pernah kuharapkan, tapi demi seorang Andhita, aku tak peduli. Andhita, saat itu hujan seakan ditumpahkan dari langit, akupun resah karena belum kutemukan sesuatu itu, aku takut mengecewakanmu, demi kebahagiaanmu Andhita, aku pun terus mencari walau dalam keadaan basah kuyup. Saat telah kutemukan langit mendung pergi dan matahari kembali bersinar dan menghidupkan kembali harapanku pada dirimu.Akhirnya aku pun bahagia melihatmu menerima dan menyukainya. Dari caramu mengucapkan terima kasih, aku tahu kamu sangat senang.
 
Itulah Andhita, seberkas kerinduanku padamu. Andhita setelah membaca suratku ini, kuharap kau dapat membalasnya. Ceritakanlah padaku tentang indah warna-warni duniamu.
 
Sebelum kuakhiri suratku ini, maafkanlah aku Andhita yang telah tega membiarkanmu pergi begitu saja. Pergilah Andhita, kejarlah keinginanmu karena masih banyak waktu, dan tak usah kau pikirkan lagi lelaki ini yang tebaik dan sangat sayang padamu. Maafkan aku sekali lagi, karena kata-kataku ini yang mungkin terlalu gombal bagimu.
 
Andhita, izinkanlah aku mengirimkan kerinduanku padamu dengan cium, peluk dan bisikan terhangat dari tempat yang terindah di dunia.
 

Bandung, 22 September 2003