Tiba-tiba aku merasa bahwa lagu itu, lagu yang selalu terngiang saat aku masih mengharapkanmu, yang selalu kubayangkan betapa benar indahnya dirimu itu, adalah sebuah kesalahan. Rupanya, perasaanku (saat itu) terlalu besar padamu. Sehingga kabutnya menutupi akal sehat dan logika. Ya, karena itu pula aku sudah terlalu sering membuat penyangkalan. Bahwa segala sesuatu harus diperjuangkan, bagaimanapun caranya. Tapi, agaknya aku pun lupa, "some battles can't be won"**. Dan itu adalah dirimu.
Mungkin waktu itu, aku terlalu gelap mata sehingga berani menjanjikanmu bahagia. Bahagia yang hanya kita saja. Kebahagiaan dalam memberi. Memberimu keabadian tentang rasa yang (mungkin) pernah tumbuh di sela-sela harapan dalam hati.
Sebelum aku benar-benar sadari bahwa semua itu hanya fatamorgana semata. Hilang begitu saja, tanpa bekas.
I dont know much, but i know i love you..***
Kini kusadari betul bahwasanya dirimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan terindah? Tidak juga, tapi tetap saja aku kecewa. Aku kecewa bukan karena dirimu yang menjelma jadi kesalahan itu. Tapi, aku kecewa pada diriku sendiri. Betapa mudahnya diriku untuk bertekuk lutut pada imaji asa dan harap yang kau beri. Padahal, semua itu tidak ada artinya bagimu. Tidak ada sama sekali. Bahkan pada semua kenangan yang kau lekatkan pada bimbangku.
Lagu itu adalah penanda. Penanda kelemahanku padamu. Diriku yang (waktu itu) selalu berusaha meyakinkanmu. Dengan segala galau dalam jiwa yang mendesah. Ada rasa untukmu. Ada harap yang ingin kutambatkan pada labuhan hatimu.
Sebelum kusadari bahwa takdir dan nasib telah bersekongkol. Kongkalikong, untuk menjeratku dalam suatu penyangkalan. I'm on a denial. Great denial. Penyangkalan agung yang membutakan segenap intuisi.
Till you do me right, i dont even wanna talk to you, i dont even wanna hear you speak my name...****
Kadang kita harus bercermin dari hari kemarin. Walaupun, ada sedikit perasaan aneh dan muak bila harus mengingat semua tentangmu, tentangnya, terlebih tentang perasaanku. Dalam penyangkalan, yang bisa kulakukan hanyalah meyakinkan diriku lagi. Bahwa, segala macam pertanda yang Dunia berikan sudah cukup untuk mengakhiri rasa itu, padamu.
Harusnya aku cukup sadar ketika lagu itu mengalun pelan setiap kali terbersit tanya tentangmu. Dan aku sudah cukup merasa menjadi orang paling goblok sedunia untuk menyangkal kembali semua pertanda itu. Nasib, biarpun terkadang lebih keras dari baja tapi rupanya ia masih memberiku banyak pilihan. Biarlah kucoba lagi mencari bunga penggantimu. Bahkan diantara keping-keping hati ini.
*
I love you always forever, near and far closing together..*****
Lain lubuk lain ikannya. Lain wanita, lain lagunya. Begitulah adanya. Biar lirik itu jadi penanda masa. Bahwa, kelak pernah ada cerita antara kita. Minimal, aku saja yang merasa.
Lagu itu selalu merdu untukku. Untukku yang selalu menunggu di dekat tangga hanya untuk tahu siapa dirimu. Kelak, aku selalu menunggumu disitu pada waktu tertentu, juga hanya untuk melihat wajahmu.
Pada suatu siang yang indah, setelah malam galau yang berlalu begitu saja, aku berhasil mengenalmu lebih dekat. Bermodal sedikit nekat. Mungkin kau kaget. Tapi, aku yakin itu bukan yang pertama bagimu.
Aku tidak perlu bilang bahwa aku menginginkanmu. Kau pun sepertinya tahu dari caramu menghindariku. Kalau bukan karena kabar dari Bunda sore itu, mungkin saat ini aku belum berhenti untuk merangkul hatimu, membawanya berlayar berkain layar cita.
Kini, yang tersisa darimu hanyalah sebuah tingkah dan kesan yang sempat tertinggal. Betapa merdunya lagu itu telah berganti dengan tingkahmu. Tanpa senyum, lalu pergi begitu saja bagai pesawat tempur.******
Paninggilan, 29 Mei 2011. 01.17
* dari lirik lagu "Menikah", dinyanyikan oleh Java Jive
** kutipan dari buku "The Enemy - Jack Reacher Series #8", ditulis oleh Lee Child, Dell Publishing, 2004
*** dari lirik lagu "Don't Know Much", dinyanyikan oleh Aaron Neville dan Linda Ronstadt
**** dari lirik lagu "Till You Do Me Right", dinyanyikan oleh After 7 feat. Babyface
***** dari lirik lagu "I Love You Always Forever", dinyanyikan oleh Donna Lewis
****** dengan ingatan pada lirik lagu Iwan Fals, "Pesawat Tempur".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar