"Aku lebih takut pada hidup yang seperti lotre. Hidup adalah beratus-ratus mungkin. Mati, itu sesuatu yang pasti." - Hal. 43
Catatan Seorang Kolumnis Dadakan
Membaca karya Avianti Armand untuk pertama kalinya sungguh menghadirkan pengalaman yang berbeda dalam memaknai sepuluh cerpen yang disajikan Kereta Tidur. Kumpulan cerpen yang habis dibaca sekali duduk ini mengandung kekayaan terpendam dalam setiap rangkaian kata. Sederhana, lugas, dan banyak mengandung unsur kejutan. Mengingatkan pada kumpulan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma, dimana imajinasi menjadi bahan bakar utama cerita sehingga tidak pernah kehilangan kejutan yang menakar pengalaman pembaca.
Agaknya, imajinasi pula yang membuat Kereta Tidur menjadi lebih hidup. Cerita-cerita didalamnya dituliskan dengan kekuatan fiksi imajinatif sehingga mengundang pemaknaan baru atas sebuah cerita. Sekalipun cerita-cerita itu adalah kenyataan dan realitas yang biasa ditemui sehari-hari.
Hal-hal yang mudah dijumpai seperti konflik cinta, masalah keluarga, pencarian diri melalui pertanyaan atas eksistensi manusia tersaji unik, indah, dan mengusik. Nilai-nilai kehidupan yang sangat biasa hadir dalam kenyataan sehari-hari. Bahkan telah menjadi bagian dari pengalaman sehari-hari yang biasa dialami.
Dari segi penceritaan, kejutan yang tak pernah bisa diduga adalah satu bagian lain yang akan menguji pengalaman pembaca. Unsur-unsur kejutan dalam cerpen ini mencirikan gelombang baru dalam kepenulisan di Indonesia. Ketika konteks berpadu dalam realitas kenyataan sehari-hari dan dituliskan kembali dengan proses fiksi yang fiktif dan imajinatif. Tanpa sedikit pun kehilangan muatan pesan dan kesan yang ingin ditampilkan si penulis dalam karyanya.
Cerita yang menjadi favorit saya adalah cerpen berjudul "Tentang Tak Ada". Ditulis dengan sketsa penggalan adegan-adegan terpisah tetapi masih dalam batas keutuhan cerita. Isu tentang cinta, romantisme, dan perselingkuhan masih jadi tren penulisan untuk menggugat realitas kaum urban. Lainnya, kutipan tembang Jawa "Ilir-ilir" yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dan diselipkan dalam cerita ikut memperkuat konteks cerita. Lompatan pengalaman dan alur cerita dari konflik cinta hingga kebudayaan membawa suatu pemaknaan baru atas sebuah cerita pendek yang utuh.
Avianti Armand, peraih cerpen terbaik versi Kompas tahun 2009 dengan cerpen "Pada Suatu Hari Ada Ibu dan Radian", dalam kumpulan cerpen kedua miliknya ini mampu mengolah rasa dalam horison imajinasi. Menakar pengalaman pembaca lewat interaksi cerita-cerita yang dituliskan dalam berbagai konteks dan dimensi. Sehingga, tidak pernah kehabisan ruang jelajah untuk menemukan makna-makna yang tersirat dalam sepuluh cerita yang saling berkejaran.
Membaca karya Avianti Armand untuk pertama kalinya sungguh menghadirkan pengalaman yang berbeda dalam memaknai sepuluh cerpen yang disajikan Kereta Tidur. Kumpulan cerpen yang habis dibaca sekali duduk ini mengandung kekayaan terpendam dalam setiap rangkaian kata. Sederhana, lugas, dan banyak mengandung unsur kejutan. Mengingatkan pada kumpulan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma, dimana imajinasi menjadi bahan bakar utama cerita sehingga tidak pernah kehilangan kejutan yang menakar pengalaman pembaca.
Agaknya, imajinasi pula yang membuat Kereta Tidur menjadi lebih hidup. Cerita-cerita didalamnya dituliskan dengan kekuatan fiksi imajinatif sehingga mengundang pemaknaan baru atas sebuah cerita. Sekalipun cerita-cerita itu adalah kenyataan dan realitas yang biasa ditemui sehari-hari.
Hal-hal yang mudah dijumpai seperti konflik cinta, masalah keluarga, pencarian diri melalui pertanyaan atas eksistensi manusia tersaji unik, indah, dan mengusik. Nilai-nilai kehidupan yang sangat biasa hadir dalam kenyataan sehari-hari. Bahkan telah menjadi bagian dari pengalaman sehari-hari yang biasa dialami.
Dari segi penceritaan, kejutan yang tak pernah bisa diduga adalah satu bagian lain yang akan menguji pengalaman pembaca. Unsur-unsur kejutan dalam cerpen ini mencirikan gelombang baru dalam kepenulisan di Indonesia. Ketika konteks berpadu dalam realitas kenyataan sehari-hari dan dituliskan kembali dengan proses fiksi yang fiktif dan imajinatif. Tanpa sedikit pun kehilangan muatan pesan dan kesan yang ingin ditampilkan si penulis dalam karyanya.
Cerita yang menjadi favorit saya adalah cerpen berjudul "Tentang Tak Ada". Ditulis dengan sketsa penggalan adegan-adegan terpisah tetapi masih dalam batas keutuhan cerita. Isu tentang cinta, romantisme, dan perselingkuhan masih jadi tren penulisan untuk menggugat realitas kaum urban. Lainnya, kutipan tembang Jawa "Ilir-ilir" yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dan diselipkan dalam cerita ikut memperkuat konteks cerita. Lompatan pengalaman dan alur cerita dari konflik cinta hingga kebudayaan membawa suatu pemaknaan baru atas sebuah cerita pendek yang utuh.
Avianti Armand, peraih cerpen terbaik versi Kompas tahun 2009 dengan cerpen "Pada Suatu Hari Ada Ibu dan Radian", dalam kumpulan cerpen kedua miliknya ini mampu mengolah rasa dalam horison imajinasi. Menakar pengalaman pembaca lewat interaksi cerita-cerita yang dituliskan dalam berbagai konteks dan dimensi. Sehingga, tidak pernah kehabisan ruang jelajah untuk menemukan makna-makna yang tersirat dalam sepuluh cerita yang saling berkejaran.
Judul: Kereta Tidur
Penulis: Avianti Armand
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2011
Tebal: 129 hal.
Genre: Kumpulan Cerpen
Penulis: Avianti Armand
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2011
Tebal: 129 hal.
Genre: Kumpulan Cerpen
Pharmindo, 11 Maret 2012.
Ditemani semilir hawa dingin Bandung
Ditemani semilir hawa dingin Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar