Pernahkah kita membayangkan berada
jauh dari rumah, merasa terasing, lalu kemudian bertemu dengan seseorang
yang benar-benar mencintai kita sepenuh hati. Seseorang yang sangat
begitu memahami perbedaan yang membentang dalam jarak dua dimensi
budaya. Seseorang yang begitu tulus menerima segenap perbedaan itu tanpa
kehilangan sedikit pun perasaan sayangnya
Berada 11.369 KM dari bumi pertiwi membawa satu pengalaman baru bagi Kirana. Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional yang mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Geneva. Pengalaman itu juga yang mengantarnya pada suasana dan kawan-kawan baru. Hingga pada akhirnya menemukan satu cinta pada sosok Manu.
Berada 11.369 KM dari bumi pertiwi membawa satu pengalaman baru bagi Kirana. Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional yang mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Geneva. Pengalaman itu juga yang mengantarnya pada suasana dan kawan-kawan baru. Hingga pada akhirnya menemukan satu cinta pada sosok Manu.
Jatuh
cinta di negeri orang rasanya bukan hal yang mudah. Jurang perbedaan
antara timur dan barat yang begitu dalam terkadang jadi penghalang untuk
sebuah perasaan atas nama cinta. Berbagai ujian siap menghadang. Ruang
dan waktu takkan lagi sama kala jarak membentang.
Kirana, harus merelakan perasaan yang tertinggal untuk Manu di Paris ketika waktu itu tiba. Kirana harus kembali ke Indonesia untuk melanjutkan studinya. Sementara, Manu pun hanya bisa berjanji untuk menemui Kirana. Entah kapan, Kirana memegang janji Manu untuk menemuinya di Indonesia.
Perjalanan Euro Trip dengan Manu sebelum kepulangannya ke Indonesia adalah satu-satunya hal berharga yang akan terus diingat. Dalam perjalanan itulah Kirana dan Manu mengenal lebih dalam pribadi masing-masing. Manu, yang sejak awal menaruh hati pada Kirana, akhirnya menyatakan cintanya. Sementara, Kirana yang memang jatuh cinta, menerima Manu sepenuh hati. Cinta tidak pernah salah sejak saat itu. Cinta telah menemukan jalannya. Menuju pelabuhan kecil di sudut hati Manu dan Kirana.
Perpisahan selama empat tahun semakin menimbulkan gejolak dan pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang hubungan mereka. Apapun usaha keduanya untuk saling melupakan tidaklah cukup. Hati mereka memang tidak sanggup lagi berbohong. Bahwa mereka masih saling mencintai.
Kedatangan Manu ke Indonesia pun tidak berpengaruh banyak bagi perjalanan cinta mereka. Pertemuan dengan keluarga Kirana pun bukan malah memperbaiki semuanya seketika, cinta mereka menjadi anasir yang rumit. Kirana, dengan segenap pertimbangannya telah memutuskan untuk mengakhiri perasaan yang terlanjur larut dalam kebahagiaannya dengan Manu. Suatu akhir yang terus menghadirkan tanya di benak Manu. Suatu akhir yang tidak pernah bagi keduanya. Kirana tidak ingin Manu kehilangan prinsipnya walaupun Manu telah meyakinkan Kirana untuk menerima segalanya: asalkan bisa selalu bersama.
Membaca debut novel dari Icha Ayu ini sama juga dengan menikmati sebagian belahan Eropa. Pembaca tidak harus benar-benar menginjakkan kaki di benua biru itu. Lewat detail-detail yang tersaji dalam cerita, pembaca dihadapkan pada penjelajahan imajinasi tentang Eropa itu sendiri. Tentang seribu cahaya di Trocadero dan Eiffel, hujan musim dingin di Geneva, suasana musim semi di Brugge, hingga pojok-pojok sunyi kota Paris. Sentuhan-sentuhan seperti detail latar cerita yang mengambil tempat pada ruang-ruang publik yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya ikut memberi warna tersendiri.
Lebih jauh, novel ini setidaknya menghadirkan jawaban-jawaban untuk takdir cinta yang tak pernah adil karena terhalang sekian banyak perbedaan. Penerimaan terhadap diri sendiri, memaknai pilihan masing-masing atas dasar saling menghargai saja tidak pernah cukup. Cinta yang terjalin atas dasar saling membutuhkan dan saling memiliki yang diuji dengan konflik-konflik yang muncul dari luar individu. Persoalan keluarga dan latar belakang budaya seringkali jadi kerikil tajam yang harus dilalui. Suatu keadaan yang sering kali dijadikan alasan untuk menyerah lalu berpisah.
Lewat novel ini, kita disadarkan bahwa apapun pilihannya cinta akan menemukan dirinya sendiri dalam pergulatan takdir. Cinta akan menemukan jalan menuju kebahagiaannya sendiri. Karena sejatinya, cinta tak akan pernah bohong saat ia memutuskan dimana akan berlabuh.
Kirana, harus merelakan perasaan yang tertinggal untuk Manu di Paris ketika waktu itu tiba. Kirana harus kembali ke Indonesia untuk melanjutkan studinya. Sementara, Manu pun hanya bisa berjanji untuk menemui Kirana. Entah kapan, Kirana memegang janji Manu untuk menemuinya di Indonesia.
Perjalanan Euro Trip dengan Manu sebelum kepulangannya ke Indonesia adalah satu-satunya hal berharga yang akan terus diingat. Dalam perjalanan itulah Kirana dan Manu mengenal lebih dalam pribadi masing-masing. Manu, yang sejak awal menaruh hati pada Kirana, akhirnya menyatakan cintanya. Sementara, Kirana yang memang jatuh cinta, menerima Manu sepenuh hati. Cinta tidak pernah salah sejak saat itu. Cinta telah menemukan jalannya. Menuju pelabuhan kecil di sudut hati Manu dan Kirana.
Perpisahan selama empat tahun semakin menimbulkan gejolak dan pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang hubungan mereka. Apapun usaha keduanya untuk saling melupakan tidaklah cukup. Hati mereka memang tidak sanggup lagi berbohong. Bahwa mereka masih saling mencintai.
Kedatangan Manu ke Indonesia pun tidak berpengaruh banyak bagi perjalanan cinta mereka. Pertemuan dengan keluarga Kirana pun bukan malah memperbaiki semuanya seketika, cinta mereka menjadi anasir yang rumit. Kirana, dengan segenap pertimbangannya telah memutuskan untuk mengakhiri perasaan yang terlanjur larut dalam kebahagiaannya dengan Manu. Suatu akhir yang terus menghadirkan tanya di benak Manu. Suatu akhir yang tidak pernah bagi keduanya. Kirana tidak ingin Manu kehilangan prinsipnya walaupun Manu telah meyakinkan Kirana untuk menerima segalanya: asalkan bisa selalu bersama.
Membaca debut novel dari Icha Ayu ini sama juga dengan menikmati sebagian belahan Eropa. Pembaca tidak harus benar-benar menginjakkan kaki di benua biru itu. Lewat detail-detail yang tersaji dalam cerita, pembaca dihadapkan pada penjelajahan imajinasi tentang Eropa itu sendiri. Tentang seribu cahaya di Trocadero dan Eiffel, hujan musim dingin di Geneva, suasana musim semi di Brugge, hingga pojok-pojok sunyi kota Paris. Sentuhan-sentuhan seperti detail latar cerita yang mengambil tempat pada ruang-ruang publik yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya ikut memberi warna tersendiri.
Lebih jauh, novel ini setidaknya menghadirkan jawaban-jawaban untuk takdir cinta yang tak pernah adil karena terhalang sekian banyak perbedaan. Penerimaan terhadap diri sendiri, memaknai pilihan masing-masing atas dasar saling menghargai saja tidak pernah cukup. Cinta yang terjalin atas dasar saling membutuhkan dan saling memiliki yang diuji dengan konflik-konflik yang muncul dari luar individu. Persoalan keluarga dan latar belakang budaya seringkali jadi kerikil tajam yang harus dilalui. Suatu keadaan yang sering kali dijadikan alasan untuk menyerah lalu berpisah.
Lewat novel ini, kita disadarkan bahwa apapun pilihannya cinta akan menemukan dirinya sendiri dalam pergulatan takdir. Cinta akan menemukan jalan menuju kebahagiaannya sendiri. Karena sejatinya, cinta tak akan pernah bohong saat ia memutuskan dimana akan berlabuh.
Medan Merdeka Barat, 2 April 2012.
1 komentar:
makasih yah untuk reviewnya...:)
Posting Komentar