Pengalaman membaca Amos Lee: The Series (1-3) membuat saya penasaran untuk membaca bacaan semacam itu. Pilihan saya jatuh pada buku ini. At first sight, saya tertarik pada judulnya. Mengingatkan saya pada seorang murid bernama Grace, lalu Grace Natalie, dan lagu The Amazing Grace. Namun, sulit untuk menulis catatan tentang buku ini tanpa membuat perbandingan dengan serial Amos Lee.
Secara rentang waktu alur penceritaan, keduanya memiliki persamaan. Pemuatan ilustrasi yang memberi dukungan visual bagi pengalaman pembaca turut membantu dalam memahami beberapa lelucon yang timbul. Bedanya, serial Amos Lee memakai sudut pandang seorang penulis diary. Berbeda dengan Grace The Series ini.
Saya melihat ada tiga masalah utama dalam buku ini. Pertama, soal asal usul nama Grace Aja. Hal seperti ini sangat dimungkinkan bila ada empat orang dengan nama yang sama dalam satu kelas. Kedua, soal Mrs. Luther dan Crinkles kucingnya. Crinkles mengalami trauma karena pernah tertimpa jatuhan badan Mrs. Luther. Persoalan ini membawa Grace pada petualangan kecil bersama temannya, Mimi. Ide untuk mengirimkan kartu pos itu tidak berjalan mulus. Grace malah mendapatkan hukuman dari Dad, untuk beberapa unauthorized acts.
Terakhir, partnership diantara Grace dan musuh sejatinya, Sammy Stringer. Ketika Crinkles hilang, Grace diminta Dad membantu Sammy untuk mencari dan menemukan Crinkles. Keduanya berusaha menjadi teman kerja yang aku-gak-akan-pernah-mau-kerja-sama-kamu-sampai-kapanpun. Hasilnya nihil. Namun, ketika Crinkles ditemukan berada dalam apartemen Augustine Dupre semuanya berubah. Mereka menjelma menjadi rekan kerja yang bisa saling diandalkan.
Entah kebetulan atau tidak, kedua buku yang saya baca hari ini sama-sama memuat nilai sebuah kerjasama (teamwork) dan pencapaian hasil kerjasama dalam ceritanya. Dan keduanya juga diawali dengan sentimen aku-gak-akan-pernah-mau-kerja-sama-kamu-sampai-kapanpun. Amos Lee dengan Michael, dan Grace dengan Sammy. Mungkin mereka pernah sama-sama mendengar slogan kampanye Capres RI 2009 lalu; Bersama Kita Bisa.
Saya melihat ada tiga masalah utama dalam buku ini. Pertama, soal asal usul nama Grace Aja. Hal seperti ini sangat dimungkinkan bila ada empat orang dengan nama yang sama dalam satu kelas. Kedua, soal Mrs. Luther dan Crinkles kucingnya. Crinkles mengalami trauma karena pernah tertimpa jatuhan badan Mrs. Luther. Persoalan ini membawa Grace pada petualangan kecil bersama temannya, Mimi. Ide untuk mengirimkan kartu pos itu tidak berjalan mulus. Grace malah mendapatkan hukuman dari Dad, untuk beberapa unauthorized acts.
Terakhir, partnership diantara Grace dan musuh sejatinya, Sammy Stringer. Ketika Crinkles hilang, Grace diminta Dad membantu Sammy untuk mencari dan menemukan Crinkles. Keduanya berusaha menjadi teman kerja yang aku-gak-akan-pernah-mau-kerja-sama-kamu-sampai-kapanpun. Hasilnya nihil. Namun, ketika Crinkles ditemukan berada dalam apartemen Augustine Dupre semuanya berubah. Mereka menjelma menjadi rekan kerja yang bisa saling diandalkan.
Entah kebetulan atau tidak, kedua buku yang saya baca hari ini sama-sama memuat nilai sebuah kerjasama (teamwork) dan pencapaian hasil kerjasama dalam ceritanya. Dan keduanya juga diawali dengan sentimen aku-gak-akan-pernah-mau-kerja-sama-kamu-sampai-kapanpun. Amos Lee dengan Michael, dan Grace dengan Sammy. Mungkin mereka pernah sama-sama mendengar slogan kampanye Capres RI 2009 lalu; Bersama Kita Bisa.
Judul : Namaku, Grace Aja!
Penulis : Charise Mericle Harper
Penerbit : Penerbit Atria
Tahun : 2008
Tebal : 107 hal.
Genre : Teenlit
Paninggilan, 24 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar