Judul: Empat Musim Cinta: tentang aku, kamu, dan rasa
Penulis: Adhitya Mulya and friends
Penerbit: GagasMedia
Tahun: 2010
Tebal: vi + 174 hal.
Genre: Kumpulan Cerpen
Delivery date: December 2010
Penulis: Adhitya Mulya and friends
Penerbit: GagasMedia
Tahun: 2010
Tebal: vi + 174 hal.
Genre: Kumpulan Cerpen
Delivery date: December 2010
Ada
yang selalu dinanti dari setiap karya penulis. Apalagi kalau penulis
itu sudah pernah berhasil membangun reputasi dengan meraih predikat
“Best Seller”. Entah itu kekhasan rasa dalam setiap tulisan yang
dihasilkan atau hanya sekedar perasaan kangen untuk membaca karya
selanjutnya. Semenjak saya mulai follow Adhitya Mulya di twitter
(@adhityamulya) saya mendapat banyak informasi yang lebih bersifat
personal. Sehingga, saya bisa tahu juga bahwa penulis ini menjual
sendiri karyanya. Bedanya dengan di toko buku, setiap pembeli akan
mendapat tanda tangan asli dari penulisnya. Sebuah kebanggan yang tak
terhingga bagi seorang penggemar. Mungkin 100 tahun lagi buku
bertandatangan asli ini akan jadi barang langka, antik, unik dan mahal
harganya.
Saya tertarik membaca buku ini karena judulnya. Empat musim cinta. Selama ini kita hanya mengenal empat musim cuaca. Bukan cinta. Namun, saya kira cuaca pun masih ada hubungan dengan cinta. Cuaca layaknya cinta adalah sesuatu yang bisa diprediksi sebelumnya tetapi membutuhkan pengalaman tersendiri untuk merasakan keadaan yang sebenarnya. Itu menurut tafsir saya karena selama ini saya pun belum tahu alasan dibalik pemilihan judul buku ini.
Sayangnya,
saya belum mampu menuliskan sepatah dua patah kata untuk sekedar
menerjemahkan isi buku ini menurut tafsir saya. Saya dilanda ketakutan
luar biasa apabila ternyata salah dalam mendefinisikan makna Empat Musim
Cinta. Ketakutan yang semakin saya sadari semakin tidak beralasan.
Ya tabe kahayu. Aishiteru. Ti amo. Wo ai ni. Mi aime jou. Volim te. Ik hou van jou. Ek hef jou lief. Mi amas vin je. Ich liebe dich. Te dua ai. Begitulah cinta menyebut namanya dalam berbagai bahasa.
Ya tabe kahayu. Aishiteru. Ti amo. Wo ai ni. Mi aime jou. Volim te. Ik hou van jou. Ek hef jou lief. Mi amas vin je. Ich liebe dich. Te dua ai. Begitulah cinta menyebut namanya dalam berbagai bahasa.
Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan buku ini, apalagi buku ini termasuk makanan ringan bagi penikmat sastra cerpen. Cerpen dengan rasa dan bumbu cinta didalamnya. Fenomena cinta yang disajikan para penulis ditafsirkan dalam makna yang lebih general. Tidak sebatas percintaan dan kasih sayang dua manusia semata. Cinta bisa dimaknai secara luas karena pada hakikatnya cinta ada dalam setiap jejak langkah manusia.
Aura
cinta sudah terasa sebelum membaca dan merasakan cerita cinta dari
setiap cerpenis. Cinta menemukan jalannya sendiri. Cinta memiliki
bahasanya sendiri. Bagai empat musim yang selalu berganti begitu pula
cinta. Cinta memiliki musimnya sendiri. Ia bisa hadir setiap hari dalam
setiap jiwa yang merindukannya. Pengalaman cinta yang berbeda dari
masing-masing penulis membuat kumpulan tulisan ini terasa lebih hidup
dan semarak. Perasaan kehilangan dan bahagia menyublim dalam rasa.
Pharmindo, 31 Desember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar